Bisnis.com, JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menilai kebijakan pembatasan solar tidaklah efektif karena menurutnya kebijakan tersebut tidak diterapkan secara merata.
"Kalau menurut saya, kalau memang mau naik ya naik saja, harus tegas. Jangan hanya dibatasi tapi di lokasi tertentu karena nanti mereka minggir ke SPBU lain, apa bedanya?" Kata Jokowi di Balaikota, Selasa (5/8/2014).
Meski demikian, Jokowi menolak mengatakan jika menaikkan harga BBM lebih baik dibanding membatasi pasokan BBM.
"Bukan lebih baik. Maksudnya, kalau memang mau naik ya naik sekalian, yang tegas," katanya.
Lebih lanjut Jokowi menilai pembatasan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar hanya akan menimbulkan kesenjangan ekonomi bagi pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
"SPBU yang ada di kota nanti akan teriak karena jadi sepi. Tapi tentu saja kalau mau menaikkan harus ada kalkulasi, hitungannya harus ada, hitungan ekonomi, hitungan politik, dan dampak sosial juga harus dihitung," katanya.
Jokowi mengaku tidak begitu tahu menahu latar belakang pembatasan BBM yang berlaku hari ini sehingga tidak bersedia memberi pernyataan setuju atau tidak setuju atas kebijakan tersebut.
"Saya tidak tahu kalkulasinya. Urusan saya urusan Rusun (rumah susun) saat ini. Tapi kalau memang kalkulasinya sudah matang ya yang tegas saja, naik ya naik sekalian. Harus dilihat efisiensinya ada atau tidak. Kalau tidak ada ya sudah. Mau bagaimana ?" Katanya.
Meski hari ini pembatasan solar diberlakukan di Jakarta Pusat, Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta mengaku tidak bisa berbuat banyak karena tidak memiliki wewenang atas kebijakan itu.
Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengeluarkan kebijakan pembatasan penjualan solar dan premium bersubsidi melalui Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014.
Sesuai surat edaran tersebut, penjualan solar bersubsidi tidak dilakukan di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014. Selanjutnya, mulai 4 Agustus 2014, penjualan solar bersubsidi di SPBU di wilayah tertentu di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi pukul 08.00 -18.00 waktu setempat.
Wilayah tertentu tersebut difokuskan kawasan industri, pertambangan, perkebunan, dan sekitar pelabuhan yang rawan penyalahgunaan solar bersubsidi.
Sementara, SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik, tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar.
Untuk wilayah yang sudah menerapkan pembatasan ataupun pengaturan waktu penjualan solar seperti Batam, Bangka Belitung, dan sebagian besar Kalimantan tetap dilanjutkan sesuai aturan daerah setempat.
Kemudian, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk lembaga penyalur nelayan juga akan dipotong 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 ton.
Mulai 6 Agustus 2014, seluruh SPBU di jalan tol tidak menjual premium bersubsidi dan hanya menyediakan pertamax.
Kebijakan pembatasan tersebut dikeluarkan agar kuota BBM subsidi sebesar 46 juta kiloliter bisa cukup sampai dengan akhir 2014.