Bisnis.com, SURABAYA--Daya saing pekerja Indonesia dinilai kurang dalam menghadapi pasar bebas Asean yang mulai berlaku 2015.
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Hidayat Soegihardjo Masiran menguraikan pasar bebas ASEAN menjadikan arus pekerja bebas berpindah antarnegara. Sedangkan untuk mengontrol kualitas pekerja diterapkan sertifikat kompetensi internasional.
Hanya saja, kata dia, jumlah pekerja yang memiliki sertifikat yang diakui di ASEAN sangat sedikit. Pekerja teknik sipil di Indonesia yang mengantongi sertifikat internasional hanya 113 orang dan arsitek yang mengantongi sertifikat hanya 46 orang.
"Tantangannya itu kalau dari segi pendidikan menyiapkan pekerja itu,"
jelasnya di sela-sela diskusi kesiapan Jawa Timur menghadapi pasar bebas ASEAN di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (27/8/2014).
Saat pasar bebas ASEAN berlaku, arus modal pun mudah masuk, termasuk investasi. Bila tanpa diikuti persiapan tenaga kerja maka bisa saja investor membawa tenaga kerja sendiri. Kondisi itu berpotensi meminggirkan pekerja lokal.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menilai arus tenaga kerja memang tidak bisa dibendung. Namun, pemerintah daerah bisa melindungi pekerja tak terampil melalui komitmen dengan pengusaha.
"Pemerintah daerah harus menjalin komitmen pekerja tak terampil dari warga setempat, sedangkan pekerja terampil bisa dari daerah manapun," tambahnya.
Program semacam itu, kata dia, sudah dilaksanakan industri semen di Tuban dan berhasil sehingga investasi lain pun bisa diberlakukan pola serupa untuk menjaga stabilitas usaha.
Sementara di sisi usaha mikro kecil dan menengah tantangan yang dihadapi juga tidak ringan. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur Warno Harisasono menguraikan ada 700 usaha kecil yang diproyeksi bisa bersaing di tingkat ASEAN.
Mereka bergerak di berbagai bidang, mulai kerajinan perhiasan, mebel hingga produksi hasil pertanian seperti penghasil olahan pisang hingga mangga.
Hanya saja bila dibandingkan dengan total pelaku usaha kecil dan menengah di Jawa Timur sebanyak 6,8 juta maka yang siap sedikit.
"Sementara kami identifikasi 700 yang potensial, nanti setelah jalan empat bulan [saat pasar bebas ASEAN] maka akan dievaluasi lagi seperti apa yang bisa kami bantu," jelasnya.
Sembari memperkuat pasar ke luar negeri, kata Hari, pengusaha kecil diarahkan memperkuat pasar domestik. Caranya dengan mengintensifkan komunikasi dagang yang difasilitasi perwakilan dagang Jatim di provinsi lain.
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor dan Impor Indonesia (GPEI) Jawa Timur Isdarmawan Asrikan menilai meski ada sejumlah kekurangan tetapi ada potensi yang bisa dikembangkan, utamanya di sektor agribisnis, komoditas kopi sangat potensial dijadikan andalan.
Ekspor kopi dari Jawa Timur bisa 70.000 ton per tahun dan kebutuhan industri olahan dalam negeri 120.000 ton. Produksi kopi di Jawa Timur 70.000 ton sehingga potensi pengembangannya untuk menutup kekurangan sangat besar.
"Potensi permintaan industri di kakao juga tinggi, satu pabrik kakao di Gresik saja butuh 200.000 ton per tahun. Jumlah itu dipenuhi dari luar daerah, sehingga pengembangan lokal sangat potensial," tambahnya soal potensi-potensi yang bisa jadi andalan.
Dia menambahkan potensi lain yang bisa jadi andalan di antaranya industri furniture maupun pengolahan kerajinan masih cukup prospektif.
Jelang MEA, Daya Saing Pekerja Indonesia Kurang
Daya saing pekerja Indonesia dinilai kurang dalam menghadapi pasar bebas Asean yang mulai berlaku 2015
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Miftahul Ulum
Editor : Rustam Agus
Konten Premium