Bisnis.com, JAKARTA— Pelemahan mata uang rupiah dinilai Kemenperin sebagai salah satu penyebab penyusutan impor barang modal dan bahan baku. Imbasnya total impor nonmigas pada Juli 2014 melemah 19,55% terhadap bulan sebelumnya menjadi US$9,90 miliar.
Bank Sentral Amerika Serikat menjalankan program pengurangan bertahap (tapering off) program pembelian surat berharga mulai Januari 2014. Kebijakan ini membuat likuiditas terbatasi, biaya bunga melambung tinggi, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melempem.
“Dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar jadinya kalau beli barang dari luar negeri lebih mahal, sehingga sebagian pelaku usaha menahan dulu beli barang dari luar negeri,” ucap Sekretaris Jenderal Kemenperin Ansari Bukhari, di Jakarta, Rabu (3/9/2014).
Menurutnya pelemahan impor barang modal tidak hanya mengindikasikan penyusutan pembelian barang dari luar negeri melainkan pula subtitusi barang impor dari produk lokal. Kondisi ini juga bisa jadi disebabkan pengusaha melakukan optimalisasi barang modal yang ada.
Dari total permintaan barang modal di dalam negeri, pengadaan melalui impor diperkirakan mencapai 60% - 70% dari kebutuhan. Kemenperin mencatat pada tahun lalu impor mencapai US$34,22 miliar. Nilai ini berpeluang merangkak sebesar 8% pada tahun ini.
“Menurut saya (penurunan impor barang modal) sementara saja sampai rupiah normal. Tapi mudah-mudahan (penurunan impor) ini karena industri barang modal dan bahan baku dalam negeri bertumbuh,” kata Ansari.
Besarnya porsi impor barang modal dan bahan baku terhadap kebutuhan mengindikasikan produksi kedua produk ini di dalam negeri tak memadai. Oleh karena itu kabinet mendatang harus mampu menurunkan volume impor lantas mensubtitusi dengan produk lokal.
IMPOR BARANG MODAL: Turun Dipicu Pelemahan Rupiah
Pelemahan mata uang rupiah dinilai Kemenperin sebagai salah satu penyebab penyusutan impor barang modal dan bahan baku. Imbasnya total impor nonmigas pada Juli 2014 melemah 19,55% terhadap bulan sebelumnya menjadi US$9,90 miliar.n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Linda Teti Silitonga
Konten Premium