Bisnis.com, PALU - Potensi budidaya rumput laut di Teluk Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah terancam punah dengan berkembangnya investasi pertambangan galian C sejak beberapa tahun terakhir di sekitar teluk yang tenang itu.
Wisran Rundi, Ketua RW 03 Kelurahan Watusampu, Kota Palu mengatakan ratusan petani rumput laut di daerah itu beralih profesi menjadi buruh tambang, karena budidaya rumput laut terganggu aktifitas kapal milik usaha tambang galian C.
“Sejak tambang mulai ramai, petani-petani yang sebelumnya bekerja sebagai pembudidaya rumput laut beralih profesi jadi buruh tambang,” katanya ketika berbincang dengan Bisnis.com, akhir pekan ini.
Dia menyebutkan keberadaan kapal-kapal tongkang yang membawa material galian C merusak budidaya rumput laut warga, sehingga tidak ada warga mau bertani rumput laut.
Selain itu, limbah galian C dan tumpahan minyak dari kapal tongkat ikut merusak pembudidayaan rumput laut. Padahal, potensi pengembangan rumput laut sangat besar di kawasan tersebut.
“Sekarang tidak ada lagi warga yang mau mengelola rumput laut, karena rusak oleh hilir mudik kapal, dan tumpahan minyak. Insentif dari pemerintah juga tidak ada,” kata pengurus Unde Community, sebuah komunitas kepemudaan yang giat mengkritisi pertambangan di kawasan tersebut.
Wisran mengaku pertambangan galian C di sekitar Palu tidak memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat setempat.
“Penyerapan tenaga kerja juga tidak seberapa karena mayoritas hanya buruh kasar, belum lagi dampak penyakit dan kerusakan lingkungan akibat penambangan itu,” ujarnya.
Setidaknya di kelurahannya ada 6 perusahaan tambang galian C, dari puluhan perusahaan serupa di Kota Palu.
Dia meminta pemerintah mengevaluasi kegiatan tambang tersebut, dan kembali menggalakkan budidaya rumput laut yang sebelumnya menjadi primadona di Palu. “Kami tidak menolak tambang, tetapi harus ada pengaturan yang jelas dan tidak merusak lingkungan,” katanya.