Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana menghilangkan rantai distribusi untuk memasarkan gula rafinasi, khususnya bagi industri kecil menengah (IKM).
Distributor akan digantikan oleh koperasi-koperasi agar lebih mudah dalam melakukan pengawasan.
"Ke depan agar dilakukan melalui koperasi yang bisa dikontrol, di mana koperasi tersebut ditunjuk oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah," kata Staf Ahli Menteri Perdagangan Ardiansyah Parman, Selasa (16/12).
Ardiansyah mengatakan berdasarkan hasil verifikasi dari Sucofindo, diperkirakan konsumsi IKM untuk gula rafinasi kurang lebih sebesar 400.000 ton per tahun, dan dengan adanya perhitungan tersebut maka tiap-tiap industri gula rafinasi hanya diperbolehkan menyuplai kurang lebih sebanyak 15 persen dari jumlah produksi.
"Pabrik rafinasi menyuplai industri kecil tidak boleh lebih dari 15 persen," ujar Ardiansyah.
Menurut dia, jumlah industri kecil pengguna gula rafinasi di Indonesia kurang lebih sebanyak 2.173 unit, dan nantinya dengan adanya distribusi melalui koperasi tersebut maka diharapkan jumlah dan suplai untuk industri kecil tersebut bisa terukur.
"Jumlah dan suplainya bisa diukur, koperasi tersebut hanya memberikan untuk anggota-anggotanya saja," kata Ardiansyah.
Ardiansyah mengatakan, saat ini kurang lebih sebanyak 20-25 persen gula rafinasi didistribusikan melalui distributor, sementara sisanya langsung dipasok untuk kebutuhan industri makanan minuman skala besar yang beroperasi di Indonesia.
"Yang langsung ke industri tidak ada yang bocor, yang kita harus kontrol adalah distributornya," ujar Ardiansyah.
Beberapa waktu lalu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana untuk memperbaiki tata niaga gula rafinasi, dengan melakukan revisi terhadap surat Menteri Perdagangan kepada produsen gula rafinasi No.111/M-DAG/2/2009 tentang Petunjuk Pendistribusian Gula Rafinasi.
Pada surat Menteri Perdagangan No.111/M-DAG/2/2009 tersebut, menyatakan bahwa setiap produsen gula rafiansi dapat menunjuk distributor secara resmi, selanjutnya distributor dapat menunjuk pula subdistributor secara resmi.
Kuota impor gula mentah untuk tahun 2014 kurang lebih sebanyak tiga juta ton, namun harus dikurangi sebanyak 191.000 ton yang merupakan bentuk sanksi dari Kementerian Perdagangan akibat adanya perembesan gula rafinasi ke pasar konsumen, sehingga sisa kuota kurang lebih sebanyak 2,8 juta ton.
Hingga semester pertama tahun 2014, realisasi impor gula mentah sudah mencapai kurang lebih 2,1 juta ton, sementara untuk semester kedua menyisakan kurang lebih sebanyak 635.000 ton.
Dari sisa alokasi yang akan masuk tersebut, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Perdagangan yang menyatakan bahwa gula tersebut tidak diperbolehkan untuk dijual ke distributor, melainkan langsung ke industri pengguna.