Bisnis.com, JAKARTA—Guna menekan angka impor gula mentah untuk kebutuhan industri rafinasi, pemerintah mencanangkan pembangunan pabrik gula yang mampu memproduksinya di dalam negeri. Sementara ini, ada sekitar 2 pabrik yang sudah bisa membuat gula mentah.
Menteri Perindustrian Saleh Husin, kendati demikian, mengaku pemerintah belum menyusun peta jalan yang konkrit tentang target pembangunan pabrik gula penghasil raw sugar di dalam negeri. Pemerintah juga belum membidik kapan RI akan bebas impor gula mentah.
“Tapi yang jelas di Lamongan [Jawa Timur] itu sudah ada satu pabrik yang akan memproduksi gula mentah. Rencananya akan beroperasi mulai April. Namun, kapasitasnya baru sedikit, sekitar 200.000 ton,” ujarnya ketika ditemui Selasa (23/12/2014).
Dengan demikian, dia berharap kuota impor gula mentah untuk industri rafinasi dapat semakin dikurangi. Apalagi, pemerintahan Presiden Joko Widodo menarget pembangunan 10 pabrik gula yang bisa memproduksi gula mentah di dalam negeri.
Selain di Lamongan, juga ada satu pabrik gula lain di Dompu, Nusa Tenggara Barat yang diharapkan mampu memproduksi gula mentah. Namun, tidak diketahui kapan pabrik tersebut mulai beroperasi.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan baru-baru ini mengungkapkan pabrik gula di Dompu tersebut dibangun dengan kapasitas awal 5.000 ton/hari, dan akan ditingkatkan menjadi 8.000 ton/hari.
“Pabrik gula yang sedang dibangun di Dompu. Luas lahan intinya 6.500 hektare, sedangkan plasmanya 10.000 hektare. Ini milik PT Sukses Mantap Sejahtera,” ungkapnya.
Pada perkembangan lain, Kemendag telah melakukan audit terhadap penyebaran gula rafinasi. Rupanya, didapati fakta bahwa angka rembesan tahun ini tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya.
“Audit sudah kami lakukan. Hasil audit, seperti biasa, akan digunakan untuk mengurangi kuota impor gula mentah semester II/2015,” ungkap Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Srie Agustina.
Srie menyebut jumlah pengurangan kuota impor kurang lebih akan sama dengan tahun ini, yaitu 191.000 ton. “Kurang lebih sama. Saya akan rekomendasikan kepada Dirjen Daglu, apakah dipotong atau tidak [izin impornya]. Itu urusan Ditjen Daglu.”