Bisnis.com, SURABAYA - Pelaku industri rafinasi meminta pemerintah untuk tidak serta merta menjatuhkan sanksi menyusul hasil audit yang membuktikan terjadinya rembesan gula rafinasi ke pasar konsumen sebesar 199.500 ton selama Januari-Juli 2014.
Wakil Ketua Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Albert Yusuf Tobogu menilai hasil audit yang diumumkan pemerintah pusat tidak cukup transparan. Oleh karena itu, dia menolak penjatuhan sanksi bagi industri rafinasi.
“Setahu saya, pada 2014 anggota AGRI sudah kena sanksi dengan pengurangan alokasi dan tidak dikeluarkannya IP untuk triwulan IV/2014,” ujar pengusaha PT Berkah Manis Makmur itu, Selasa (6/1/2015).
Dia berpendapat seharusnya pemerintah lebih terbuka dalam membahas hasil audit dengan memberikan kesempatan bagi industri rafinasi untuk mengetahui metode audit beserta hasilnya. Pasalnya, dia yakin rembesan GKR tidak melulu dilakukan oleh anggota AGRI.
“Kalau bicara GKR yang diasumsikan sebagai hasil olahan gula mentah, maka selain AGRI juga diproduksi oleh industri gula swasta yang mendapatkan jatah idle capacity. Dan kalau langsung produk jadi, maka sejak lama diketahui banyak GKR impor yang masuk secara ilegal misalnya lewat daerah perbatasan.”
Untuk diketahui, audit dilakukan terhadap 11 produsen GKR, 52 distributor, 88 distributor, 108 industri makanan minuman, serta 3.112 pengecer gula di 366 pasar di 34 provinsi pada periode Januari-September 2014.
Dari jumlah 1,7 juta ton GKR yang diaudit, didapatkan 1,58 juta ton (88,84%) sudah sesuai pendistribusiannya ke industri makanan minuman. Sebagai tindak lanjut, pemerintah hanya memperbolehkan distribusi GKR melalui kontrak sesuai Surat Mendag No1300/2014.