Bisnis.com, BANDUNG -- Kalangan petani di Kabupaten Bandung mengeluhkan sulitnya mendapatkan benih bersubsidi yang bersertifikat di toko atau kios dengan harga yang telah disubsidi. Padahal, saat ini waktu yang tepat untuk kembali melakukan penanaman.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Indonesia (KTNA) Kabupaten Bandung Nono Sambas mengatakan saat ini di lapangan petani mendapatkan benih dengan patokan harga eceran tertinggi (HET). Padahal, pada 2013 lalu pemerintah mendorong swasembada pangan dengan memberikan subsidi benih unggul bersertifikat.
Subsidi ini, ujar Nono, diberikan sebesar 75% dari HET. Dengan demikian, petani cukup membayar 25% dari HET.
"Kalau harga bibit bersertifikatnya Rp10.000 per kilogram, maka petani hanya membayar Rp2.500 per kilogram. Tapi, kenyataan di lapangan para pemilik toko, kios, dan penjual lainnya tidak bisa menjual dengan harga 25%," kata Nono Sambas, Senin (12/1).
Dia menjelaskan lazimnya para penjual bibit tersebut beralasan tidak bisa menjual benih sesuai dengan subsidi pemerintah, karena mereka kesulitan mengklaim penjualan seperti yang dijanjikan pemerintah. Sebab, imbuh dia, mereka tidak mendapatkan kejelasan mengenai mekanisme klaim.
Menurutnya, petani tidak memiliki pilihan lain kecuali menggunakan bibit yang tidak bersertifikat dengan alasan harga yang lebih terjangkau ketimbang harus membeli benih yang diproduksi PT. Sang Hyang Seri.
"Para petani pun tidak hanya menghadapi kesulitan dalam mendapatkan benih, tapi juga pupuk terutama pupuk subsisi yang sejak lama sulit diperolehm," ujarnya.
Nono memaparkan ketersediaan pupuk di toko dan kios pengecer jumlahnya sangat terbatas karena ketersedian pupuk di lapangan tidak sesuai dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
"Karena antara kebutuhan dan suplai tidak sesuai. Saat ini saja harga urea dari HET Rp1.800 menjadi Rp2.000 per kilogram, SP dari Rp2.300 menjadi Rp3.000 per kilogram. Begitu juga dengan pupuk NPK atau pupuk majemuk dari Rp2.300 menjadi Rp2.800 per kilogram," ucapnya.
Tentu saja, kara Nono, fakta di lapangan yang dialami para petani tersebut tidak sejalan dengan janji Presiden Jokowi yang menargetkan produksi padi nasional atau menuju swasembada pangan pada tiga tahun yang akan datang.
"Padahal pemerintah katanya ingin menggenjot produksi padi nasional. Dengan Program Pengadaan Beras Nasional (P2BN), tapi kenyataannya di lapangan banyak sekali kendala," katanya.
Sementara itu, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja mengatakan pemerintah harus menggenjot penyebaran teknologi benih dan bibit yang ada sudah tergolong canggih untuk mengatasi alih fungsi lahan.
Dia menjelaskan teknologi benih dan bibit di Jabar masih jauh dari mapan yang umumnya masih berada dalam taraf uji coba.
Oleh karena itu, imbuh Entang, pemerintah perlu secepatnya mengembangkan teknologi benih dan bibit tersebut untuk mengantisipasi alih fungsi lahan yang terjadi di beberapa daerah.
"Antisipasi ini berupa bantuan penyediaan bibit padi bagus dan menyediakan anggaran khusus untuk realisasinya," ujarnya.(k6/k29)
Petani Kesulitan Benih Bersertifikat
Kalangan petani di Kabupaten Bandung mengeluhkan sulitnya mendapatkan benih bersubsidi yang bersertifikat di toko atau kios dengan harga yang telah disubsidi. Padahal, saat ini waktu yang tepat untuk kembali melakukan penanaman.
Your message has been sent.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Adi Ginanjar Maulana/Hedi Ardhia
Editor : Martin Sihombing
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
3 jam yang lalu