Bisnis.com, BANDUNG — Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Jawa Barat mendesak Persiden Joko Widodo harus segera mengambil kebijakan strategis untuk mengantisipasi bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia.
HNSI beralasan hal itu dipicu kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang berpotensi membuat jumlah warga miskin dari kalangan nelayan semakin bertambah.
Ketua HNSI Jabar Ono Surono mengatakan bertambahnya kemiskinan dipicu jumlah pengangguran akibat moratorium kapal asing karena banyak warga lokal yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK).
Dia menuturkan akibat kebijakan moratorium kapal asing oleh KKP, ada 25.000-80.000 ABK yang tadinya bekerja di 1.200-1.400 kapal asing saat ini menganggur.
“Presiden perlu mengambil langkah strategis agar kemiskinan tidak bertambah akibat kebijakan KKP,” katanya kepada Bisnis, Selasa (20/1).
Ono mengungkapkan kebijakan pelarangan memakai alat tangkap pukat hela dan tarik yang banyak digunakan nelayan di Jabar, Jateng, dan Lampung juga akan memicu pengangguran besar-besaran di daerah tersebut.
“Prediksi jumlah pengangguran di Jateng akibat kebijakan pelarangan pukat mencapai 200.000 nelayan, Jabar dan Lampung angkanya di bawah itu,” ujarnya.
Ono melanjutkan pencabutan subsidi BBM jenis solar untuk kapal di atas 30 GT juga bakal berpengaruh terhadap pendapatan nelayan dan ABK yang selama ini menjalankan usaha dengan sistem bagi hasil.
“Selisih harga solar yang harus dipakai nelayan Rp3.000 liter, sementara pendapatan mereka hanya memiliki pendapatan Rp1,5-Rp3 juta/bulan,” tambahnya.
Ono menegaskan tekanan yang dialami nelayan di sektor produksi pastinya akan berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan dan otomatis bakal berpengaruh terhadap sektor hilir yaitu usaha pengolahan ikan yang akan kekurangan pasokan bahan baku.
“Ada sekitar 7 pabrik pengalengan ikan dan 150 unit pengolahan ikan di Bitung Sulawesi Utara yang akan tutup karena kekurangan bahan baku,” paparnya.
Ono memaparkan jika KKP memperketat ruang gerak kapal asing seharusnya mendorong nelayan lokal agar mampu menggantikan posisi kapal asing yang jumlahnya terus dikurangi.
“Kami belum melihat ada kebijakan pro-rakyat atau yang benar-benar memajukan nelayan dari Menteri KKP,” tegasnya.
Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Jabar menilai nasib nelayan yang biasa melaut dengan menggunakan kapal di bawah 10 GT akan semakin terpuruk saat digulirkannya pasar bebas Asean.
Presidium SNI Jabar Budi Laksana mengatakan para nelayan tradisional tidak akan siap menghadapi pasar bebas Asean karena berbagai kendala yang belum diatasi pemerintah.
“Kapal nelayan tradisional mayoritas di bawah 10 GT, sehingga hasil tangkapan ikan masih kecil yang rata-rata dalam sebulan satu kapal hanya menghasilkan tangkapan ikan sebesar 8 kwintal,” katanya.
Budi menjelaskan saat digulirkannya perdagangan bebas Asean impor perikanan semakin terbuka lebar dan ini adalah ancaman eksternal bagi produksi perikanan lokal dan kelangsungan hidup ribuan nelayan.
Budi mengharapkan untuk itu diperlukan inovasi yang harus dilakukan nelayan di antaranya adalah mengenai bagaimana pengolahan ikan dan hasil laut lain.
“Untuk mewujudkan itu dibutuhkan campur tangan pemerintah, agar nelayan bisa seperti itu,” katanya.(k3/k29)
HNSI: Nelayan Miskin Berpotensi Bertambah
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Jawa Barat mendesak Persiden Joko Widodo harus segera mengambil kebijakan strategis untuk mengantisipasi bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia.
Your message has been sent.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Adi Ginanjar Maulana/Maman Abdurahman
Editor : Martin Sihombing
Konten Premium