Bisnis.com, BANDUNG—Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat tidak bisa mengendalikan derasnya arus impor pakaian bekas yang masuk ke kawasan ini.
Padahal, pakaian-pakaian bekas tersebut mengandung ratusan ribu bakteri membahayakan bagi manusia serta kebanyakan dipasok secara ilegal yang diduga melalui pelabuhan tikus di wilayah Sumatra.
Kepala Disperindag Jabar Ferry Sofwan Arief mengatakan impor pakaian bekas itu tidak akan dipasok melalui Pelabuhan Tanjung Priok maupun Pelabuhan Cirebon pasti sudah ditindak tegas oleh pihak berwenang. Pasalnya impor pakaian bekas dilarang beredar di Indonesia.
Dia mengatakan selama ini penjualan pakaian impor bekas di kawasan ini sudah marak. Bahkan, penjualannya sudah terpusat di beberapa lokasi. “Hal ini sulit dikendalikan oleh kami,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (2/2/2015).
Ferry menjelaskan untuk mengikis laju pasokan impor pakaian bekas maka aparat berwenang harus melakukan patroli di wilayah lautan. Karena menurutnya apabila sudah masuk ke Indonesia sudah bebas dijual.
“Jadi aparat berwenang harus rajin patroli di wilayah lautan agar impor pakaian bekas tidak masuk ke dalam negeri,” ujarnya.
Dia menjelaskan banyaknya pakaian bekas yang beredar di Jabar membuat produk industri kecil dan menengah (IKM) yang bergerak di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) merugi karena kalah berdaya saing.
Ferry mengungkapkan masyarakat banyak yang beli pakaian bekas karena harganya jauh lebih murah serta kualitasnya bagus. Bahkan, desain pakaian tersebut sangat kreatif sehingga banyak menarik minat masyarakat untuk membeli.
“Bagusnya desain dan kualitas pakaian bekas yang beredar menjadi keunggulan tersendiri bagi konsumen,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong IKM agar lebih kreatif dalam memproduksi agar tidak kalah bersaing. Bahkan, dengan sendirinya impor pakaian bekas akan menghilang apabila IKM terus menunjukkan kreativitas dalam produknya.
“Hal ini menjadi tantangan bagi IKM agar mereka bisa mempertahankan produknya,” katanya.
Selain itu, dia juga mengimbau masyarakat mengubah cara pandangan dan berpikir untuk tidak lagi membeli pakaian bekas yang beredar di pasaran.