Bisnis.com, JAKARTA -- Kebijakan Menteri KKP Susi Pudjiastuti tentang pelarangan penggunaan pukat dan kebijakan perikanan laiinya diuji aksi protes ribuan nelayan, besok, Kamis (26/2/2015).
Ratusan nelayan asal Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (25/2), berangkat ke Jakarta untuk berunjuk rasa di Kantor Kementerian Kelautan.
Para nelayan itu berencana "nglurug" KKP guna menuntut pencabutan larangan penggunaan alat tangkap ikan jenis pukat hela dan pukat tarik.
Menurut Koordinator Front Nelayan Bersatu wilayah Pati Bambang Wicaksono di Pati, Rabu, seribuan nelayan asal Pati tersebut berangkat dari Pati menggunakan 25 bus dengan masing-masing bus diisi 40-an penumpang.
Kedatangan nelayan ke Jakarta, kata dia, tidak hanya dari Kabupaten Pati, karena bersamaan dengan nelayan dari Kabupaten Rembang, Batang, Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu, Probolinggo dan Banyuwangi.
"Mereka sepakat untuk berunjuk rasa di depan kantor KKP guna meminta Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan pukat hela dan pukat tarik," ujarnya.
Aturan tersebut, kata dia, dinilai merugikan nelayan karena akan berdampak luas, mulai dari pengangguran baru di sektor kelautan hingga pekerja yang melakukan fillet ikan hasil tangkapan nelayan dengan alat tangkap yang dilarang hingga peternak unggas.
Selain itu, lanjut dia, produsen tepung ikan juga akan terkena dampak karena selama ini mereka mengandalkan pasokan bahan baku dari nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat hela dan tarik.
"Nelayan yang selama ini melaut menggunakan alat tangkap jenis pukat hela dan tarik menolak dikategorikan trawl," ujarnya.
Keberangkatan mereka dari Juwana, kata dia, sekitar pukul 09.00 WIB dan diperkirakan sampai di Jakarta Kamis (26/2) pukul 03.00 WIB.
Sementara aksi demo, kata dia, direncanakan sekitar pukul 08.00 WIB di depan kantor KKP kemudian dilanjutkan di depan Istana Merdeka.
Upaya nelayan menempuh jalur komunikasi, kata dia, masih menghadapi jalan buntu karena harapan akan ada solusi atas kebijakan tersebut hingga kini belum juga diperoleh.
Artinya, kata dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan terkesan hanya siap membuat kebijakan dan belum siap atas dampak yang bakal ditimbulkan.
"Berbeda jika diikuti dengan solusi terhadap nelayan yang selama ini menggunakan alat tangkap pukat hela atau tarik untuk mengganti alat tangkap tertentu yang dianggap lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan jenis dan ukuran kapal," ujarnya.
Mengganti alat tangkap, kata dia, tidak semudah yang dibayangkan karena harus disesuaikan dengan jenis kapalnya.
Kalaupun dipaksakan, kata dia, nelayan tidak mungkin berinvestasi lagi dengan membeli kapal baru untuk menyesuaikan dengan alat tangkap yang diizinkan tersebut.
Ia mencontohkan, untuk membeli pukat cincin (purse seine) dan pancing rawai (longline) membutuhkan investasi yang cukup besar pula.
"Aspirasi yang berulang kali disampaikan belum juga ada tanggapan, akhirnya direspons nelayan dengan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di Jakarta untuk menuntut pencabutan larangan tersebut," ujarnya.