Bisnis.com, JAKARTA--Pengusaha Indonesia mengeluhkan pengenaan hambatan tarif berupa pungutan bea masuk sebesar lebih dari 20% saat mengekspor produk ke Afrika.
Ketua Komisi Tetap Kadin untuk Afrika Mintardjo Halim menuturkan Afrika merupakan pasar potensial bagi produk ekspor Indonesia. Namun, ada sejumlah kendala yang harus dihadapi, seperti sistem pembayaran dan bea masuk.
"Kita mau perdagangan langsung, tapi ada kendala sistem pembayaran. Misalnya, sudah buka L/C tapi barang tidak dikirim, jadi kita belum percaya 100%," katanya di sela-sela Asian African Business Summit 2015, Selasa (21/4).
Di sisi lain, ekspor Indonesia ke sejumlah negara Afrika masih terhambat pengenaan bea masuk. Misalnya, produk karet dan ban asal Indonesia terkena tarif bea masuk hingga 30%.
Mintardjo mengatakan hubungan dagang bilateral sangat potensial untuk dikembangkan. Bentuknya adalah dengan mengimpor bahan baku dari Afrika dan mengekspor barang jadi atau setengah jadi dari Indonesia.
Salah satu yang potensial, kata Mintardjo, adalah mengimpor kapas dan mengekspor produk tekstil dan garmen.
"Bisa juga kita impor kayu log dari Afrika, lalu diekspor dalam bentuk mebel atau woodworking. Jadi logistik lebih efisien karena barang diangkut dari dua arah," tuturnya.
Adapun negara Afrika yang dinilai potensial untuk dijajaki Indonesia, yakni Afrika Selatan, Maroko, Tunisia, Aljazair, dan Angola.
Sementara itu, Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan salah satu kendala masuk ke pasar Afrika adalah biaya logistik yang tinggi, kondisi keamanan yang tidak stabil, serta syarat keamanan produk dan karantina yang berbelit.
KAA 2015: Eksportir RI Keluhkan Bea Masuk ke Pasar Afrika
Pengusaha Indonesia mengeluhkan pengenaan hambatan tarif berupa pungutan bea masuk sebesar lebih dari 20% saat mengekspor produk ke Afrika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ana Noviani
Editor : Rustam Agus
Konten Premium