Bisnis.com, JAKARTA — Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia menilai masuknya produk alat kesehatan (alkes) dari Amerika Serikat (AS) ke RI dengan bea masuk 0% dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi dunia usaha.
Ketua Umum Gakeslab Raden Kartono Dwidjosewojo mengatakan, jika bea masuk 0% untuk produk alkes berteknologi medium-high maka Indonesia akan diuntungkan karena belum dapat memproduksi di dalam negeri.
"Itu artinya para importir alat kesehatan akan mendapatkan penurunan harga modal yang artinya seharusnya juga memberikan output penurunan harga jual kepada fasilitas kesehatan," kata Kartono kepada Bisnis, Kamis (24/7/2025).
Menurut dia, kebijakan bea masuk 0% ini juga dapat membuka kesempatan untuk fasilitas kesehatan di Indonesia melengkapi sarana alat kesehatannya dengan produk berkualitas dari AS. Namun, dengan harga yang lebih murah.
Alhasil, harapannya sarana dan prasarana fasilitas kesehatan diharapkan akan bertambah baik dan lengkap dengan adanya kebijakan perdagangan dengan AS tersebut.
Namun, bagi pelaku usaha industri produsen alkes dengan teknologi low-middle, kebijakan ini justru akan menghambat. Pasalnya, industri alkes belakangan ini tengah mengalami pertumbuhan masif didorong konsistensi kebijakan pemerintah untuk memberikan prioritas kepada produk dalam negeri.
Baca Juga
Dia menyebutkan, sejumlah alat kesehatan middle – low yang telah mampu diproduksi di Indonesia, yaitu barang medis habis pakai hingga elektromedik seperti patient monitor, syringe pump, infusion pump, suction pump, ECG, dan lainnya.
"Peningkatan produksi dalam negeri ini belum dibarengi dengan adanya pertumbuhan ekosistem industri alkes nasional, khususnya perusahaan yang menyediakan raw material di Indonesia," tuturnya.
Kondisi keterbatasan ketersediaan komponen di dalam negeri menyebabkan banyaknya produsen yang mengambil langkah impor bahan baku dari luar negeri.
Adapun, mayoritas komponen diimpor dari negara seperti China, Taiwan, Korea, dan lain-lain. Komponen yang diimpor ini masih terkena tarif pajak bea masuk dengan besaran sesuai kode HS-nya.
"Dengan semakin murahnya produk dari AS akan menambah competitive advantages bagi produk AS terhadap produk lain yang ada di pasar termasuk terhadap produk lokal," jelasnya.
Di satu sisi, pihaknya berharap kebijakan ini dapat direspons positif oleh produsen lokal dengan menerapkan inovasi dan dapat mencari sumber bahan baku yang lebih bersaing. Namun, tetap memprioritaskan keamanan pasien.
Dia menegaskan bahwa pemerintah harus mendukung industri alkes yang telah mampu memproduksi dalam negeri. Namun, bagi alkes dengan teknologi medium-high yang belum diproduksi di Indonesia, maka dapat diisi dengan produk AS.
"Sampai saat ini belum ada kebijakan yang secara jelas memilah alat kesehatan impor dengan jenis dan spesifikasi seperti apa yang masih dapat digunakan oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah, contohnya patient monitor," jelasnya.
Sebab, banyak produk patient monitor yang telah diproduksi di Indonesia, tetapi masih terbatas untuk lima parameter. Sementara itu, produk patient monitor AS sudah mampu untuk menawarkan dengan tujuh hingga delapan parameter.
Menurut dia, kendala keterbatasan fasilitas uji klinis di Indonesia yang menyebabkan industri lokal masih sedikit terhambat untuk mengembangkan parameter yang memerlukan uji klinis terlebih dahulu.
"Micro policy ini lah yang kami butuhkan. Roadmap kebutuhan alkes jangka pendek, menengah dan panjang, alkes dalam negeri mana yang bisa diprioritaskan dan menjadi unggulan," jelasnya.