Bisnis.com, JAKARTA - Industri pertambangan batu bara masih memiliki daya topang yang besar untuk mensukseskan industri Indonesia masa depan. Kebijakan investasi di bidang industri batubara perlu menjadi perhatian serius untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Direktur Eksekutif Strategic National Interest Studies Mirwan BZ Vauly mengatakan perebutan kepemilikan saham perusahaan batu bara PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) yang tengah proses restrukturisasi utang cukup menarik.
Asia Resourch Minerals Plc (ARMS), induk perusahaan BRAU yang merupakan emiten saham di Bursa Saham London, memang tengah menjadi rebutan beberapa perusahaan termasuk, Grup Sinarmas yang dikendalikan keluarga Eka Tjipta Widjaja, dengan Nataniel Rothchild.
“Grup Sinarmas melalui Argyle Street Management Limited (ASML) sudah menguasai 4,65%, sementara itu pesaingnya Rotschild melalui NR Holdings memiliki 17,5% saham ARMS,” ujarnya.
Dalam persaingan tersebut perusahaan investasi di bawah ASML, Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE) mengajukan penawaran akuisisi seluruh saham ARMS, dengan harga persaham 41 pence atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga penutupan saham ARMS pada 13 April 2015.
ACE juga menjanjikan suntikan dana segar US$150 juta ke ARMS, untuk melunasi utang BRAU senilai US$ 950 juta yang jatuh tempo tahun ini dan pada 2017.
Menurut Mirwan, memanasnya perebutan saham ini seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi bisnis (privat). Kebijakan sektor batubara harus sejalan dengan target pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan industri nasional sebesar 6,1% di tahun 2015, dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 21,2%.
Dengan gambaran signifikan industri batubara Indonesia tersebut maka masalah perebutan saham ARMS bukanlah semata jual beli saham, tapi jauh dari itu adalah memelihara aset bangsa dan memuluskan laju kepentingan energi masa depan. Salah dalam menentukan investasi juga akan menjadi ancaman bagi kedaulatan bangsa.
“Kedaulatan enegi perlu menjadi pertimbangan utama, selain juga kompetensi pengelola,”beber dia.
Menurut dia, mengacu pada pengalaman, Nathaniel Rothschild tidak memiliki latar belakang yang cukup untuk mengelola sektor batubara, untuk menutupinya maka Nathaniel harus menggandeng perusahaan lain. Perusahaan asal Rusia SUEK PLC dikabarkan sudah berkongsi dengan NR Holdings, untuk membeli saham tersebut.
Kompleksitas kepentingan perusahaan tersebut tentu akan mengganggu dalam kepentingan batu bara Indonesia. Apalagi, dalam pengelolaannya, Nathaniel juga berbasis di London sementara asset yang dikelola ada di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan tentang rencana PT Rothschild yang berniat menguasai saham Asia Resource Minerals Plc (ARMS) dan bersaing dengan Grup Sinar Mas tidak dapat dicegah. Pihak manapun, kata dia, bebas untuk melakukan investasi dan pengelolaan pertambangan di Tanah Air.
"Kalau sudah masuk di bursa, itu sudah berjalan dengan sendirinya. Ya, itu imbas dari aturan kita sendiri," jelasnya.
Ia pun tidak bisa menampik kemungkinan bahwa jika tetap dikelola oleh perusahaan asing, maka hal itu menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan energi, karena energi tersebut tidak terbarukan. “Ya, mau gimana lagi," tandasnya.
Tolak Asing
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Berau Lukman Rahim menolak jika saham perusahaan batu bara PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) dimiliki asing. Ia menegaskan bahwa pekerja tidak ingin bekerja di bawah tekanan asing.
“Lebih bagus lebih banyak dimiliki orang Indonesia. Jangan sampai didominasi oleh asing. Kalau asing yang mengusai saham, berarti sama saja dengan kita dijajah oleh asing. Kita tidak mau,” kata Lukman.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tetap menunggu pengusaha Indonesia agar mau menguasai saham perusahaan tersebut. “Kita senang aja kalau ada pengusaha Indonesia,” jelasnya.
Mengenai langkah yang akan diambil bila nantinya saham PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) tetap didominasi asing, ia pastikan untuk menolaknya. “Kita pasti tolak. Cuma saya belum tahu, apakah Grup Sinarmas sudah resmi masuk,” jelasnya. ()