Bisnis.com, JAKARTA — Penerapan pajak penghasilan atas barang sangat mewah bagi hunian dengan harga di atas Rp5 miliar berpeluang membuat emiten properti menurunkan target marketing sales tahun ini.
Analis PT MNC Securities Reza Nugraha mengatakan pasar akan menunggu lebih dulu untuk melihat dampak langsung penerapan pajak tersebut. Emiten yang paling terkena akibat negatif dari beleid ini adalah yang lebih banyak memfokuskan diri di segmen menengah ke atas, contohnya PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) dan PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR).
Saat ini, konsumen di kelas menengah atas sudah mulai menunda pembelian. “Peluang turunkan marketing sales pasti ada. Emiten akan lihat realisasi kuartal II/2015 sebelum lakukan penghitungan ulang proyeksi sepanjang tahun,” paparnya kepada Bisnis, Senin (11/5).
Reza menyinggung melemahnya daya beli masyarakat pada awal 2015, yang tercermin dari melambatnya pertumbuhan ekonomi menjadi di bawah 5%. Dia memperkirakan emiten bakal memilih mengorbankan margin ketimbang produk-produknya tidak laku terjual.
Sebelumnya, analis PT Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe memperkirakan kinerja emiten properti hanya akan tumbuh 5%-10% tahun ini setelah aturan pajak tersebut diterapkan. “Sementara, tahun ini juga suku bunga masih tinggi dan loan to value (LTV). Kinerja 2014 masih cukup baik karena masih ada hasil marketing sales tahun sebelumnya, tapi tahun ini akan berbeda,” ujarnya.
Aturan pajak penghasilan (PPh) sangat mewah itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.90/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas PMK No.253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Selain berlaku bagi hunian dengan harga di atas Rp5 miliar, regulasi ini juga dikenakan terhadap hunian tapak dengan luas lebih dari 400 meter persegi dan apartemen yang lebih besar dari 150 meter persegi. Aturan tersebut akan diberlakukan secara efektif pada akhir bulan ini.