Bisnis.com, JAKARTA—Country Manager International Council for Local Environtmental Initiatives (ICLEI) Indonesia Irfan Pulungan berpendapat bangunan hijau menjadi penting karena membantu kota untuk menerapkan mencapai penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari penggunaan sumber energi yang berasal dari fosil, seperti minyak dan batu bara.
“Jadi ada penghematan pengunaan energi dan dan mendukung perkotaan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca yang mencapai 40%-70%. Secara konstruksi, gedung pun lebih memiliki tanggung jawab terhadp lingkungan,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (21/5/2015).
Pengurangan pemakaian energi yang berasal dari fosil juga akan menurunkan biaya operasional sekitar 45%. Pada saat pembangunan instalasi memang lebih mahal, tetapi ongkos perawatan akan lebih murah.
Irfan pun menyebutkan pemerintah perlu mendorong pengembangan bangunan hijau. Oleh karena itu, organisasinya mengapresiasi langkah Kementerian PU-Pera mengeluarkan Permen PU-Pera Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau untuk mendukung aksi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang disebabkan oleh pengelolaan bangunan gedung.
Namun, sambung Irfan, pemerintah perlu melakukan langkah lanjutan seperti membuat petunjuk pelaksanaan dan teknis dari kebijakan tersebut. Sampai saat ini indikator penilaian bangunan hijau baru ada di lembaga Green Building Council Indonesia (GBCI)
“Indikator dari GBIC perlu dituangkan di tingkat kota dan provinsi dalam Pergub atau Perda yang mengatur, tetapi perlu adanya kontekstualisasi di setiap daerah,” terangnya.
Pasalnya, konsep bangunan di masing-masing kota tidak bisa disamaratakan.
Salah satu kota yang berhasil menjalankan ide tersebut, lanjutnya, ialah Bandung. Daerah yang dipimpin Ridwan Kamil tersebut menerapkan IMB yang mengharuskan gedung memiliki taman di bagian atapnya.
Mengutip data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), bangunan gedung selama ini diperkirakan mengonsumsi lebih dari sepertiga sumber daya yang ada di dunia, memakai12% dari total air bersih yang ada, dan menyumbang hampir 40% dari total emisi di bumi.