Bisnis.com, JAKARTA—UU Jasa Konstruksi yang baru diharapkan dapat berfungsi lex specialis untuk menjamin perlindungan terhadap pelaku jasa konstruksi.
Ketua Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) DKI Jakarta Peter Frans mengatakan selama ini permasalahan konstruksi menjadi berbelit-belit karena ditangani oleh pihak penegak hukum yang tidak memahami permasalahan di dunia konstruksi secara mendalam.
“Mestinya permasalahan konstruksi ditangani sendiri oleh kalangan profesinya melalui asosiasi atau dewan yang terkait dalam dunia jasa konstruksi, bukannya ditangani dengan hukum umum,” katanya saat dihubungi, Minggu (31/5/2015)
Padahal, sejumlah profesi lain dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang muncul di seputar pelaksanaan profesi melalai dewan profesi atau asosiasi. Hal tersebut dimungkinkan karena Undang-Undang profesinya mengatur hal tersebut.
“Undang-undang dalam profesi lain sudah berlaku lex specialis, artinya yang berham mengatur masalah di seputar profesi adalah UU profesi. Jadi, kalau ada masalah, yang datang adalah komite atau asosiasinya, bukan polisi, jaksa, inspektorat, dan BPKP, seperti yang terjadi di bidang konstruksi sekarang,” katanya.
Untuk itu, menurutnya UU Jasa Konstruksi yang saat ini tengah dalam proses revisi oleh parlemen diharapkan lebih menjamin efektivitas penyelenggaraan konstruksi. Hal ini perlu untuk memastikan proyek-proyek infrastruktur pemerintah tidak tertunda akibat proses hukum yang berbelit-belit.
Peter menyangkan pula belum adanya standar minimal sebagai syarat bagi suatu aduan atau laporan terhadap permasalah konstruksi dapat diproses secara hukum oleh kepolisian atau kejaksaan. Untuk itu, menurutnya perlu dipertimbangkan untuk menyesuaikan UU Kepolisian dan Kejaksaan.
“Asal ada laporan, kita selalu diperiksa entah berada pada posisi salah atau tidak. Harusnya ada standar minimal untuk melapor dan bisa dituntut balik kalau tidak terbukti,” katanya.[]