Bisnis.com,JAKARTA - Kementerian Perindustrian menyatakan akan menganggarkan program modernisasi mesin industri kosmetika yang dimulai pada 2016 dengan nilai sekitar Rp300 miliar Rp400 miliar.
Harjanto, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin, mengatakan program ini serupa dengan restrukturisasi mesin atau peralatan industri tekstil dan produk tekstil serta industri alas kaki yang telah berjalan tujuh tahun terakhir.
Industri kosmetika memiliki potensi yang besar, karena menyerap tenaga kerja besar, pasar yang luas, ketersediaan bahan baku di dalam negeri dan lainnya. Oleh karena itu, industri ini perlu didorong terus tumbuhgo international, katanya di Jakarta, Senin (1/6/2015).
Menurutnya, besaran nilai bantuan modernisasi mesin industri kosmetika tiap tahunnya akan beragam sesuai dengan perhitungan dari Kemenperin. Dengan demikian, industri bahan baku yang selama ini kurang diminati oleh swasta dapat terisi.
Insentif yang diberikan dalam modernisasi mesin, akan kembali menjadi pendapatan negara dari segi pajak produksi, ekspor, serta pertumbuhan produk domestik bruto nasional. Industri ini telah masuk ke dalam industri andalan di rencana induk pembangunan industri nasional (Ripin).
Harjanto mengatakan struktur industri kosmetik cukup rapuh dalam industri bahan baku danintermediateatau menengah. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan intervensi dalam penguatan industri hulu, mengingat sektor ini kurang diminati oleh swasta.
Intervensi seperti ini akan diawali dengan membangun industri sediaan pada sektor industri farmasi, yang notabene penyedia bahan baku. Kendati demikian, peran swasta dalam membangun industri bahan baku berbahan dasar natural sangat dibutuhkan.
Selain itu, Kemenperin juga berencana membangun lembaga pusat penelitian untuk industri farmasi, kosmetik dan jamu. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 3/2014 tentang Perindustrian.
Putri K. Wardani, Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik, mengatakan industri kosmetik nasional menggunakan bahan baku natural yang tersedia di dalam negeri sebesar 50%. Sisa bahan baku didatangkan dari luar negeri.
Pada dasarnya yang kami datangkan dari luar negeri, merupakan produk asal Indonesia juga. Namun, karena di dalam negeri belum ada industri bahan baku, maka bahan mentah diekspor kemudian masuk kembali, tuturnya.