Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku logistik meminta pemerintah mempertimbangkan tiga aspek kelogistikan sebelum menetapkan sembilan bandara di Indonesia sebagai hub kargo udara sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional 2015-2019.
Adapun sembilan bandara yang akan dijadikan pusat kargo udara antara lain Bandara Kuala Namu, Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Juanda, Bandara Syamsuddin Noor, Bandara Sepinggan, Bandara Hasannudin, Bandara Sam Ratulangi, Bandara Sentani dan Bandara Biak.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki N. Hanafi mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan sebelum menentukan hub kargo udara, antara lain barang apa yang akan diangkut, volume angkutan udara, dan proyeksi pengembangannya dalam sepuluh tahun ke depan.
“[Lokasinya] Di Indonesia Barat, Tengah atau Timur, saya selalu bilang semua sama pentingnya,” ujar Yukki, Selasa (23/6).
Lebih lanjut, Yukki menilai pemerintah harus mendata barang atau komoditas yang dapat diangkut dari wilayah hub tersebut, sehingga wilayah ini tidak serta merta hanya menjadi target pasar.
Dengan demikian, pemerintah tidak hanya menyelesaikan masalah disparitas harga yang terjadi di antara dua wilayah di Tanah Air, tetapi juga memberikan keuntungan bagi wilayah yang bandar udaranya dijadikan hub kargo.
“Dengan menjadi hub bukan berarti barang hanya datang tanpa memberikan keuntungan bagi wilayah tersebut,” tegasnya.
ALFI berharap pemerintah terbuka dalam pengembangan hub kargo udara di sembilan bandara dan pelaksanaannya harus melibatkan industri di wilayah tersebut sehingga ada kompetisi yang baik dalam iklim usaha logistik udara.
Menurut Yukki, semua pihak yang terkait baik Kementerian Perhubungan dan BUMN harus sepakat mengenai permasalahan tarif kargo udara.
Secara fasilitas, ALFI menginginkan bandar udara yang ditetapkan sebagai pusat kargo berstandar internasional sehingga dapat melakukan ekspor secara langsung.
Mahendra Rianto, Ketua Harian Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), menambahkan lokasi kargo udara harus dapat memfasilitasi hasil laut dari Indonesia, mengingat lokasi pusat kargo udara lebih banyak berada di kawasan Timur Indonesia yang banyak memiliki komoditas perikanan.
“Itu harus dibantu dengan Kementerian Kelautan dan Ditjen Perhubungan Udara untuk memfasilitasinya,” kata Mahendra.
Dua lokasi yakni Bitung dan Sorong sangat cocok dijadikan lokasi pusat kargo udara. Sebagai contoh, hasil ikan dari wilayah Bitung dapat dijadikan komoditas ekspor.
Menurut Mahendra, hasil ikan yang masih segar atau kurang dari delapan jam memiliki harga yang tinggi untuk diekspor ke negara di Asia seperti Korea, Jepang dan Hong Kong.
Selama ini, hasil ikan dari wilayah ini dibekukan dan dikirim melalui Surabaya. Oleh karena itu, waktu pengiriman menjadi lebih lama sehingga nilainya jauh berkurang.
Pada 2007, pemerintah melalui Departemen Perhubungan menetapkan lima bandara utama di Indonesia sebagai bandara pengumpul kargo udara.
Kelima bandara itu adalah Bandara Hang Nadim (Batam), Bandara Soekarno-Hatta (Cengkareng), Bandara Juanda (Surabaya), Bandara Hasanuddin (Makassar), dan Bandara Frans Kaisiepo (Biak).
Penetapan 9 Hub Kargo Udara Harus Matang
Pelaku logistik meminta pemerintah mempertimbangkan tiga aspek kelogistikan sebelum menetapkan sembilan bandara di Indonesia sebagai hub kargo udara sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional 2015-2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
13 menit yang lalu
Sritex Ajukan PK Usai Kasasi Pailit Ditolak Mahkamah Agung
56 menit yang lalu