Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia menyatakan izin impor garam industri yang hingga kini belum dikeluarkan oleh pemerintah berpotensi mengganggu kinerja industri pada Juli mendatang.
Cucu Sutara, Sekretaris Umum AIPGI, mengatakan program swasembada garam yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikananseharusnya tidak mengorbankan industri karena spesifikasi garam yang dihasilkan didalam negeri berbeda dengan kebutuhan dunia usaha.
Impor garam industri tidak akan mengganggu garam lokal, karena garam yang dibutuhkan oleh industri kadar minimal NaCL 96%, sementara yang diproduksi di dalam negeri mayoritas NaCL 90%-94% yang notabene untuk konsumsi masyarakat, ujarnya kepadaBisnis,Jumat (26/6).
Menurutnya, industri pengguna garam setuju dan mendukung penuh program swasembada garam yang dicanangkan oleh pemerintah, namun, alasan sebagai negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia tidak serta merta memberikan kepastian garam industri dalam diproduksi di Indonesia.
Terdapat tiga faktor garam industri tidak dapat diproduksi di dalam negeri,pertama, cuaca dan iklim yang tidak menunjang,kedua,teknologi produksi yang digunakan petani lokal sangat tradisional, danketiga, karakteristik petani lokal yang tidak mengutamakan kualitas.
Dengan impor garam industri hanya US$21 juta, kinerja ekspor dari industri aneka pangan pada 2014, menurutnya mencapai US$5,6 miliar. Jika pemerintah bersikukuh membatasi izin impor garam industri hanya 50% tanpa menyiapkan pengganti kekurangan, maka dapat berdampak terhadap kinerja industri secara keseluruhan.
Buckhori, Wakil Sekretaris Umum AIPGI, mengatakan tidak seluruh pantai di Indonesia bisa memproduksi garam, baik untuk industri maupun konsumsi masyarakat. Dibutuhkan karakteristik tertentu sehingga pantai dapat dijadikan pertanian garam.
Kalau pemerintah mengklaim dengan panjang pantai yang dimiliki menjadikan Indonesia tidak layak impor, seharusnya di Pangandaran atau bahkan pantai Ancol dapat dijadikan pertanian garam, faktanya tidak semudah itu, katanya.
Misalnya, Pulau Madura yang dikenal produsen garam terbesar, hanya bagian selatan yang dapat berproduksi. Dengan pembatasan impor garam, tahun ini impor untuk industri aneka pangan hanya hanya diberi 385.000 ton dari total kebutuhan 450.000 ton.
Kebijakan ini secara langsung mengganggu perusahaan seperti Asahi Glass yang membutuhkan 850.000 ton garam industri pada tahun ini dan PT Sulfindo Adiusaha yang membutuhkan 500.000 ton. Apalagi perusahaan ini berencana meningkatkan kapasitas produksi pada tahun depan.