Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia menyatakan ketentuan tingkat kandungan dalam negeri produk alat kesehatan tidak pernah berjalan sejak lelang pengadaan barang dilakukan secara manual hingga elektronik.
Ketika lelang di Kemenkes TKDN juga tidak berlaku, sekarang lelang e-katalog di LKPP lebih tidak terkawal karena di sistem tidak ada deskripsi dan ketentuan TKDN. LKPP belum menerapkan TKDN produk, ujar BudiBisnis, Senin, (29/6).
Padahal, tuturnya, dalam proses sertifikasi TKDN, lembaga sertifikasi menggunakan ukuran dan ketentuan teknis dari Kementerian Perindustrian. Ketentuan tersebut menghitung TKDN seluruh aspek seperti teknologi, sumber daya manusia, komponen dan lainnya.
Untuk satu produk pengusaha harus merogoh kocek Rp20 juta - Rp50 juta tergantung lama waktu dan jenis produk yang disertifikasi. Untuk mengawali TKDN alat kesehatan, Kemenperin bahkan sempat mengeluarkan kebijakan biaya sertifikasi murah, namun, sertifikat yang didapat tidak berfungsi.
Jenis produk yang selama ini diimpor oleh pemerintah, menurutnya merupakan produk yang dapat diproduksi di Indonesia, seperti tensi meter, alat suntik, tempat tidur dan lainnya. Persentase penggunaan produk impor terhitung mencapai 50%.
Harus koordinasi antara Kementerian Keuangan, Kemenperin, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Kesehatan terkait kebijakan TKDN ini. Skema pengadaan barang dan jasa di Indonesia saat ini sangat terbuka dan liberal, katanya
Dia mencontohkan, untuk memenuhi kebutuhan alat kesehatan, pemerintah Malaysia melakukan perencanaan di akhir tahun, kemudian total kebutuhan dipenuhi oleh produsen dalam negeri sesuai dengan kemampuan.
Menurutnya, jika metode terbuka ini terus berlangsung, maka ketika agenda masyarakat ekonomi Asean resmi berlaku, produk alat kesehatan dalam negeri kemungkinan besar dapat kalah bersaing dengan produk asal Vietnam dan Thailand.