Bisnis.com, KENDARI - Organisasi kehutanan TELAPAK dibantu sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) memerangi illegal logging dengan menciptakan gagasan community logging bagi para mantan penebang liar.
Community logging adalah pemberdayaan lahan yang rusak karena illegal logging dan oleh masyarakat setempat yang dialihfungsikan sebagai lahan penanaman kayu jati.
Ketua Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) Haris menceritakan pada 2005 KHJL dibentuk oleh LSM dan oleh organisasi kehutanan TELAPAK untuk melawan illegal logging. Adapun strategi yang dilakukan ialah mengajak para pelaku illegal logging menjadi anggota koperasi.
"Kami tantang masyarakat untuk mengelola dan membuktikan ke pemerintah," ujar Haris di kantor KHJL, Konawe Selatan, Rabu (5/8/2015).
Haris mengakui sebelumnya eleman masyarakat Konawe Selatan memang tidak tahu bagaimana cara mengelola hutan lestari. Namun, berkat bantuan sejumlah stakeholder, pada 2005 ada 15 desa yang diakui memiliki potensi hutan jati akhirnya diserahkan sebagai hutan milik tiap anggota KHJL.
Para penebang liar pun mulai dibimbing secara teknis tentang kehutanan dan melakukan sosialisasi ke desa-desa tentang keuntungan berbisnis kayu jati juga tentang bagaimana perspektif ekonominya.
"Kami diaja4kan bagaimana menanam HTI, hutan milik yang membawa keuntungan. Maka LSM juga menjelaskan harga jati bisa naik karena proses panjang melalui sertifikasi," sambungnya.
Berdasarkan data inventarisasi total pada awal pembukaan KHJL ada 120 anggota koperasi dan lahan anggota menjadi hutan milik. Lahan anggota layak mendapatkan sertifikat kelola hutan lestari.
Hal ini berdampak dengan harga kayu meningkatnya harga kayu yang awalnya Rp400.000 per meter kubik menjadi Rp1.500.000 juta per meter kubik. Anggota yang masuk mulai tidak bisa dibendung antara 2005-2010.
Kenaikan harga kayu juga anggota membuat lahan semakin berkembang, yang awalnya hanya menanam 10 pohon kini mencapai satu hektar lahan milik dan ditanam ratusan pohon.
"2005-2009 puncak kejayaan KHJL dan mendapat predikat sebagai koperasi teladan, mereka bisa bagikan SHU puluhan juta dan dapat hadiah televisi dari Gubernur," kenangnya.
Anggota Badan Pengawas Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) Abdul Khalik memaparkan KHJP lalu berhasil meraih sertifikasi pengelolaan kehutanan FSC periode 2005-2010, FSC periode 2010-2015 dan sertifikat VLK (SVLK) periode 2011-2013. Prestasi sertifikasi ini membuat KHJL mampu mengurangi potensi illegal logging menjadi socialpreneur.
Hal ini nampak dari peningkatan anggota koperasi sejak 2005 yang hanya 120 anggota, kini tercatat ada 747 anggota. Setiap anggota masing-masing pun memiliki sekitar satu hektar lahan pohon jati.
Namun pada 2010, akibat meningkatnya jumlah sertifikasi kayu yang sama di Jawa menyebabkan harga kayu dari Konawe Selatan yang dijual semakin mahal sehingga mengalami penurunan permintaan.
"Kami [TELAPAK] berkomitmen mendampingi KHJL. Kami bekerjasama tetap menjual harga standar sesuai sertifikasi. Namun memang akibatnya kini buyer [pembeli] kami menurun," jelasnya.
Abdul menekankan pentingnya perhatian dari pemerintah dan investor pada bisnis kayu jati di daerah yang tercatat pernah menorehkansejarah prestasi tingkat internasional ini.
"Bagaimana illegal logging berhenti, tetapi bagaimana mendorong kegal logging, inilah kewajiban menemukan solusinya," tambah Abdul.