Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri keramik menilai deregulasi yang bertujuan mempermudah impor produk non-SNI rentan disalahgunakan sebagai jalan masuk ke pasar lokal.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa sinaga mengatakan pada dasarnya deregulasi tersebut tidak berpengaruh pada industri lokal sebab produk yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) selama ini hanya digunakan untuk kepentingan sampel pameran maupun uji lab. Hanya saja, dengan ditiadakannya pelaporan pra impor memberi potensi penyalahgunaan.
“Jadi produk non-SNI yang selama ini perlu pemeriksaan dan surat rekomendasi, ini ditiadakan. Dikhawatirkan ada yang memboncengi untuk dijadikan barang yang dijual,” ujarnya pada Bisnis, belum lama ini.
Dia mengatakan, hingga saat ini belum ada rincian lebih lanjut atas rencana Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang hendak merevisi Permenperin No. 82/M-IND/PER/8/2012, Permenperin No. 83/M-IND/PER/8/2012, dan Permenperin No. 84/M-IND/PER/8/2012 untuk menghilangkan kewajiban surat pertimbangan teknis dan pemeriksaan teknis keramik yang non SNI.
Menurutnya, jika pertimbangaan deregulasi tersebut ialah efisiensi, kebijakan tersebut tidak akan banyak berpengaruh. Hal ini disebabkan oleh jumlah produk non-SNI yang masuk untuk kepentingan sampel pameran dan uji lab hanya dalam kuantitas yang kecil dan tidak signifikan berpengaruh pada dwelling time di pelabuhan.
“Kalau karena persoalan dwelling time,bukan berarti harus dibuka. Kalau memang kesiapan [terkait dwelling time] yang jadi hambatan, kenapa pengecekan ini yang ditiadakan?” ujarnya.
Saat ini, Elisa menambahkan, bahwa pihaknya masih mengatur jadwal untuk audiensi dengan Kemenperin. “Kami ingin tahu bagaimana peraturan ini, karena kami juga belum tahu maksudnya apa.”
Dia menjelaskan bahwa masuknya produk impor akan semakin menekan produsen lokal. Terlebih dengan penurunan yang dialami sektor properti. Saat ini pelaku industri keramik rata-rata tertekan hingga 30%.
Jika dibandingkan dari kinerja produksi tahun lalu yang hampir mencapai 500 juta meter persegi, torehan produksi tahun ini baru mencapai 350 juta meter persegi.
“Kita sendiri sebenarnya bisa menutupi kebutuhan keramik dalam negeri. Tanpa impor, kita tidak kurang. Kapasitas kita mencapai 560 juta meter persegi per tahunnya. Bahkan dua tahun ke depan bisa tumbuh hingga 600 juta meter persegi,” katanya.