Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku industri keramik menyatakan deregulasi kebijakan Kementerian Perindustrian dengan merevisi beleid terkait SNI keramik secara wajib tidak menyentuh akar permasalahan industri.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga awalnya membayangkan deregulasi yang dilakukan pemerintah untuk mendorong kinerja industri, tidak hanya bicara mengenai SNI wajib.
Menurutnya, deregulasi tersebut tidak berpengaruh pada industri lokal sebab produk yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) selama ini hanya digunakan untuk kepentingan sampel pameran maupun uji lab. Hanya saja, dengan ditiadakannya pelaporan pra impor memberi potensi penyalahgunaan.
Hingga hari ini Jumat (9/10/2015), revisi kebijakan yang diunggah dalam situs resmi Kementerian Perindustrian seluruhnya bicara tentang Standar Nasional Indonesia secara Wajib. Sementara itu, berdasarkan evaluasi pemerintah, setidaknya ada 15 deregulasi di bawah naungan Kementerian Perindustrin.
Pada sektor keramik, Kemenperin menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 81/M-IND/PER/9/2015 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Keramik Secara Wajib.
“Kami terus merapatkan diri, sebenarnya deregulasi ini mau kemana. Kebijakan yang sudah dipublikasikan masih bisa diubah sesuai dengan usulan, makanya kami ingin melihat dulu petunjuk teknisnya,” tuturnya kepada Bisnis.com, Jumat (9/10).
Dalam beleid terbarunya, yang terlihat diperbaharui adalah menggabungkan jenis produk tableware, kloset duduk, dan ubin keramik dalam satu kebijakan. Sebelumnya, setiap jenis produk memiliki kebijakan tersendiri, a.l Permenperin No. 82/M-IND/PER/8/2012, Permenperin No. 83/M-IND/PER/8/2012, dan Permenperin No. 84/M-IND/PER/8/2012.
“Selain itu, pada Pasal 2 Ayat 3 untuk barang non SNI, kebutuhan laboratorium yang sebelumnya harus melalui persyaratan teknis, dihapus,” tambahnya.