Bisnis.com, SYDNEY -- Perjanjian perdagangan antara Amerika Serikat dan 11 negara yang melingkar di Pasifik, atau dikenal dengan Trans Pacific Partnership (TPP), akan menghadapi hambatan dari dalam negeri masing-masing sekalipun telah disepakati oleh pemimpin keduabelas negara bulan ini.
Menteri Perdagangan Australia Andrew Robb mengingatkan pentingnya negara-negara partisipan mengamankan persetujuan dari negara masing-masing, bahkan jika Hillary Clinton terpilih sebagai presiden Amerika Serikat tahun depan.
Clinton, yang tengah berjuang memenangkan nominasi presiden Partai Demokrat, pekan lalu menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap TPP.
Di sisi lain, meskipun negara-negara yang mewakili 40% ekonomi global itu telah menemukan kesepakatan, ratifikasi oleh parlemen masing-masing masih diperlukan, dan bisa saja menghadapi hambatan.
"Pada akhirnya, kesepakatan ini sangat signifikan, tidak hanya dari sudut pandang komersial, tetapi juga strategis AS. Tidak peduli siapa pemerintahnya, siapa presidennya, saya berpikir ini akan terus berlanjut," kata Rob dalam wawancaranta dengan Sky News yang dikutip Bloomberg, Minggu (11/10/2015).
TPP, yang diumumkan selepas pembicaraan final di Atlanta, memasukkan provisi yang menjamin hak kekayaan intelektual untuk produsen obat dan mengurangi tarif barang, mulai dari makanan hingga mobil.
Perjanjian perdagangan multilateral itu tidak mencakup beberapa negara Pasifik besar, seperti China dan Indonesia, tetapi meliputi Jepang, Australia, Kanada, dan Singapura.