Bisnis.com, JAKARTA—Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi akan menitikberatkan peran badan sertifikasi dan akreditasi jasa konstruksi nasional sebagai strategi penguatan dan peningkatan daya saing industri jasa konstruksi nasional.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin Said mengatakan, badan sertifikasi dan akreditasi tersebut akan memperketat seleksi asosiasi jasa konstruksi. Pasalnya, asosiasi nantinya akan diberi kewenangan untuk memberikan Sertifikasi Badan Usaha (SBU), Sertifikasi Keahlian (SKA) dan Surat Ketrampilan Tenaga Kerja (SKT) kepada badan usaha jasa konstruksi (BUJK).
Dengan pengetatan tersebut, tidak semua asosiasi akan berhak untuk mensertifikasi badan usaha. Hal ini untuk menjamin agar sertifikasi yang diberikan kepada BUJK benar-benar sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki.
“Karena kalau tidak, asosiasi itu hanya di atas meja saja, tidak ada kegiatan, padahal tanggung jawabnya besar sekali, terutama untuk sertifikasi badan usaha,” katanya saat dihubungi, Senin (23/11/2015).
Menurutnya, ketentuan tersebut sudah sesuai dengan rekomendari yang diajukan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) terhadap UU Jasa Konstruksi yang baru. Rekomendasi tersebut dihasilkan dalam rapat pimpinan nasional Gapensi pekan lalu.
Ketua Umum Gapensi Iskandar Z. Hartawi mengatakan, Gapensi menghasilkan lima rekomendasi dalam rapat pimpinan tersebut. Gapensi merekomendasikan agar di dalam UU baru nantinya, asosiasi jasa konstruksi diberi kewenangan dalam pelaksanaan sertifikasi badan usaha, sebab asosiasi lebih mengenal profil anggotanya.
Namun, Gapensi juga merekomendasikan agar asosiasi yang diberi kewenangan dalam memberikan sertifikasi harus diseleksi lebih ketat.
Selain itu, Gapensii juga merekomendasikan agar di dalam RUU tersebut ada jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha konstruksi. Hartawi mengatakan, pengusaha jasa konstruksi merupakan profesi yang paling rentan atas tindakan kriminalisasi di negeri ini. Hal ini disebabkan tingkat kepastian dan perlindungan hukum di industri ini sangat rendah.
”Padahal, serapan dan optimalisasi anggaran sangat tergantung pada semangat pelaku jasa konstruksi dalam mengekesekusi proyek-proyek infrastruktur,” katanya.
Muhidin mengatakan, untuk mengatasi masalah kriminalisasi tersebut, badan sertifikasi dan akreditasi nantinya juga akan berwewenang untuk menetapkan tim penilai ahli atas pekerjaan konstruksi, agar setiap laporan tidak serta-merta diperkarakan di ranah pidana.
Untuk itu, menurutnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, nantinya harus betul-betul selektif dalam penentuan sumber daya manusia dalam badan sertifikasi dan akreditasi tersebut.
“Mereka harus betul-betul profesional dan independen, sehingga hasil keputusan mereka benar-benar bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Muhidin mengatakan, peningkatan daya saing industri jasa konstruksi menjadi kian mendesak di tengah agenda pembangunan pemerintah dan juga era Masyarakat Ekonomi Asean yang akan segera dimulai.
RUU Jasa Konstruksi akan mengatur pula agar calon kontraktor luar negeri yang ingin masuk ke dalam negeri harus bisa bekerjasama dengan kontraktor dalam negeri yang sudah disertifikasi. Untuk itu, perlu adanya jaminan kualifikasi BUJK dalam negeri dan juga perbaikan iklim usaha industri jasa konstruksi.
“Kalau iklim yang sekarang terus terjadi, daya saing kita hancur, orang dari luar takut masuk ke negeri kita, takut dikriminalisasi,” katanya.
Muhidin mengatakan, RUU Jasa Konstruksi saat ini sudah siap untuk dibahas bersama pemerintah untuk segera ditetapkan. Saat ini, DPR RI tinggal menunggu Surat Presiden untuk penunjukkan menteri yang akan ikut membahas RUU tersebut bersama DPR RI.