Sementara itu, Jepang sendiri sepanjang tahun ini pun rupanya masih berkutat dengan Abenomicsnya, yang masih yakin bahwa konsumsi domestik akan membawa negara ini ke situasi deflasi.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Gubernur Bank Of Japan (BOJ) Harohiko Kuroda sepakat, untuk terus melanjutkan paket stimulus dan pelonggaran moneter, setelah melakukan QE pada 2014.
Pertumbuhan ekonomi Jepang naik setelah produk domestik bruto (PDB) naik mencapai 0,6% pada kuartal I/2015. Fakta ini awalnya menurut para analis, menunjukkan indikasi positif untuk keluar dari resesi pada 2014.
“Kondisi ini pasti membuat Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe tersenyum dan menunjukkan adanya arah yang tepat pada perkembangan ekonomi Jepang,” kata Tony Nash, Kepala Ekonomi Complete Intelligence.
Namun, bulan madu tersebut terpaksa berakhir pada kuartal II/2015 karena PDB anjlok 0,4% secara kuartalan. PDB secara tahunan juga mengalami kontraksi ke posisi 1,6% setelah sebelumnya bertumbuh 4,5%. Begitu pula dengan laporan kuartal III/2015, PDB kembali turun 0,8,%.
Tak pelak, data ini membawa Negara Matahari Terbit ini, disebut-sebut akan kembali ke jurang resesi untuk keempat kalinya dalam dekade ini. Akan tetapi, angin segar muncul ketika sejumlah kalangan pasrah dengan kondisi Tokyo ini.
Kantor Kabinet Jepang pada awal Desember 2015 merilis data ekonomi Negeri Samurai kuartal III/2015, yang menunjukkan indikasi menghindari resesi teknis. Salah satu pendorongnya adalah keuntungan yang didapat dari belanja modal perusahaan setempat.
Pada awal Desember 2015, Kantor Kabinet Jepang merevisi laporan pertumbuhan ekonomi sepanjang Juli-September 2015. Jepang mengumumkan, PDB kuartal III/2015 tumbuh secara tahunan sebesar 1,0%.
Ekonom dari Dai-ichi Life Institute Riset Yoshiki Shinke berpendapat di tengah masa resesi yang menimpa Jepang dari pertengahan tahun ini, fakta kekuatan belanja modal ini menjadi angin segar bagi negara ini.
“Namun masih terlalu dini untuk mengatakan ekonomi Jepang telah benar-benar keluar dari masa resesi. Tetapi aku senang bahwa ekonomi kita tak selamanya buruk,” kata Shinke.
Dia berpendapat Abe sebaiknya segera mengubah atau memperbaiki manuver dan program ekonominya yang lebih mengakomodasi investasi jangka pendek. Pasalnya tekanan secara global masih akan terjadi, dan Jepang berpotensi menjadi korban atas manuver negara lain seperti China dan AS.()