Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Alrikko Putra

EKONOM KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI ACEH

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Jamu Manis Penawar Pahitnya Kenaikan Suku Bunga Kebijakan

Kenaikan BI7DRR sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023 sebesar 225 bps merupakan langkah yang harus diambil dalam rangka mengendalikan ekspektasi inflasi.
Jamu Manis Penawar Pahitnya Kenaikan Suku Bunga Kebijakan
Jamu Manis Penawar Pahitnya Kenaikan Suku Bunga Kebijakan

Bisnis.com, JAKARTA - Bauran kebijakan bank sentral ibarat perpaduan antara jamu pahit dan jamu manis.

Sebuah analogi yang kerap digunakan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam menyampaikan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran hasil Rapat Dewan Gubernur setiap bulan.

Tentu bukan tanpa alasan, seorang ahli kebijakan moneter menggunakan analogi yang sederhana sehingga mudah dicerna oleh masyarakat awam sekali pun. 

Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan jamu pahit dan jamu manis serta mengapa disebut demikian? Untuk menjawabnya, kita perlu kembali ke tujuan utama Bank Indonesia sebagai bank sentral yaitu mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah, baik terhadap barang dan jasa (inflasi) maupun terhadap mata uang asing (kurs/nilai tukar).

Untuk mencapainya, Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan yaitu BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter utama. Namun inflasi dan nilai tukar yang terkendali saja tidak cukup, melainkan harus diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Untuk itu, Bank Indonesia menetapkan kebijakan makroprudensial yang menargetkan fungsi intermediasi lembaga keuangan yang optimal sekaligus memitigasi risiko sistemik sehingga mencapai stabilitas sistem keuangan yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Bauran kebijakan Bank Indonesia dalam menghadapi perlambatan ekonomi global akibat pandemi COVID-19 ditambah ketegangan geoplitik Rusia-Ukraina beberapa tahun terakhir menjadi contoh sempurna bagaimana racikan yang pas antara jamu pahit dan jamu manis berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia menaikkan suku bunga sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 hingga mencapai 5,75% pada Januari 2023 hingga saat ini. Hasilnya, pencapaian inflasi tahun 2022 tercatat sebesar 5,51% (yoy), atau bisa dikatakan relatif terkendali dan lebih rendah dari perkiraan. Jika inflasi berhasil dikendalikan, bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi? Pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,31% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun 2021 sebesar 3,70% (yoy).

Pencapaian tersebut tidak terlepas dari peran intermediasi perbankan di mana pembiayaan pada tahun 2022 meningkat sebesar 11,35% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun 2021 sebesar 5,24% (yoy).

Kebijakan moneter diibaratkan jamu pahit karena bertujuan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sementara kebijakan makroprudensial diibaratkan jamu manis karena bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (pro-growth), yang juga didukung kebijakan di sistem pembayaran.

Kenaikan BI7DRR sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023 dengan total sebesar 225 bps merupakan langkah yang harus diambil dalam rangka mengendalikan ekspektasi inflasi ke depan. Racikan jamu pahit tersebut tentunya berpotensi berdampak pada tertahannya momentum pemulihan ekonomi.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bank Indonesia memperkuat respon bauran kebijakan melalui racikan jamu manis kebijakan makroprudensial yang berperan sebagai penawar jamu pahit kenaikan suku bunga kebijakan. 

Berbagai kebijakan makroprudensial ditempuh di tahun 2022 untuk mendorong penyaluran kredit terhadap dunia usaha, khususnya sektor prioritas penopang pemulihan ekonomi dan UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional, antara lain: 

Penyempurnaan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Kebijakan ini mencakup penyesuaian metode penetapan target RPIM oleh bank yang lebih disesuaikan dengan kemampuan dan model bisnis bank yang bersangkutan. Hal ini sebagai respon terhadap karakteristik dan kapasitas bank yang beragam dalam penyaluran pembiayaan UMKM.

Selain itu, kebijakan RPIM yang baru juga mencakup perluasan kategori pembiayaan inklusif. Tidak hanya pembiayaan langsung kepada pelaku UMKM, namun juga mencakup pembiayaan kepada rantai pasok yang terkait dengan UMKM, pembiayaan melalui lembaga keuangan lain, dan pembiayaan melalui surat berharga pembiayaan inklusif.

Peningkatan insentif makroprudensial dari sebelumnya sebesar maksimal 1% menjadi maksimal 2%. Cakupan sektor prioritas yang termasuk dalam kebijakan insentif makroprudensial tersebut juga diperluas dari sebelumnya 38 subsektor menjadi 46 subsektor.

Tidak sampai di situ, penyempurnaan lain juga dilakukan dengan peningkatan insentif kepada bank penyalur KUR dan bank penyalur kredit ke sektor ekonomi hijau.

Pelonggaran batas maksimum rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV). Kebijakan ini berlaku untuk kredit properti dengan nilai paling tinggi sebesar 100%. Selain itu, uang muka kredit kendaraan bermotor juga ditetapkan paling sedikit 0%. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor properti dan otomotif yang tentunya juga akan berdampak pada kinerja sektor penopang lainnya.

Countercyclical Capital Buffer (CCyB), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) yang akomodatif. CCyB pada dasarnya merupakan langkah mitigasi kecenderungan penyaluran kredit perbankan yang berlebihan seiring pertumbuhan ekonomi.

CCyb yang tetap akomodatif sebesar 0% tentunya tetap mempertimbangkan kondisi intermediasi yang masih terkendali. PLM yang ditetapkan sebesar 6% dan PLM syariah sebesar 4,5% bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada perbankan dalam menjaga kecukupan likuiditas.

Selain itu, RIM yang ditetapkan pada rentang 84-94% bertujuan untuk mendorong pertumbuhan penyaluran kredit pada level yang optimal. Bank juga diberikan kesempatan untuk memperbaiki kinerja apabila NPL mencapai di atas 5% dengan tidak diwajibkan menjaga giro RIM.

Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit. Bank Indonesia selalu berupaya agar kebijakan moneter dan makroprudensial dapat ditransmisikan secara efektif. Salah satunya dengan keterbukaan penetapan suku bunga kredit yang kompetitif dan efisien oleh perbankan sebagai respon penyesuaian suku bunga acuan. 

Bauran kebijakan Bank Indonesia juga perlu didukung dengan sinergi dan koordinasi lintas instansi. Dalam cakupan yang lebih luas, kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia juga perlu disinkronisasikan dengan kebijakan fiskal Pemerintah, kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta kebijakan penjaminan simpanan dan penanganan bank gagal Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Sinergi dan koordinasi antara Pemerintah dan Otoritas terkait melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memegang peran penting dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendorong pemulihan ekonomi nasional terlebih lagi di tengah kondisi ketidakpastian global.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Alrikko Putra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper