Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyatakan siap mendukung rencana pemerintah menjadikan makanan dan minuman (mamin) sebagai salah satu andalan menghadapi diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Keterangan pers Gapmmi menyebutkan minat investasi industri mamin mencapai Rp184,92 triliun, namun realisasinya masih Rp32,6 triliun akibat ketidakpastian hukum dan masalah rantai pasokan bahan baku yang rumit.
Industri makanan dan minuman bahkan berkontribusi sebesar 31% di sektor nonmigas pada kuartal III 2015.
Gapmmi melihat rentetan persoalan regulasi yang kontradiktif dengan semangat memajukan daya saing industri mamin di Indonesia menjadi tantangan bagi pihak industri dan pemerintah. Misalnya, tarif cukai yang akan dikenakan bagi minuman berpemanis. Hal ini akan membebani industri dan menjadi disinsentif bagi investasi yang masuk.
Selain cukai, permasalahan logistik yang membengkakkan anggaran yang akhirnya berdampak pada pasokan bahan baku. Di Indonesia biaya logistik bisa mencapai 27%, sementara di Singapura dan Malaysia bisa ditekan hingga di bawah 15%.
Saat ini saingan terberat Indonesia dalam industri mamin adalah Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Negara-negara ini telah didukung oleh integrasi dari bahan baku sampai industrinya, khususnya pemerintah negara tersebut telah menyediakan infrastruktur yang memadai. Seperti produk-produk holtikultura dan perkebunan yang ditanam di lahannya sendiri.
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Abdul Rochim juga mengungkapkan harapannya bagi industri mamin untuk tidak berpikir setengah-setengah dalam menghadapi MEA. “Penjualan ke Asean jangan dianggap ekspor lagi, tapi dianggap penjualan lokal yang harus dilakukan,” katanya.