Bisnis.com, PEKALONGAN - Ekonom menilai hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada ekspor komoditas sehingga hal ini rentan kalah bersaing untuk menghadapi era pasar bebas.
"Oleh karena, untuk mendukung peningkatan ekspor komoditas agar bisa 'go internasional' perlu adanya dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah," kata Direktur Institute for Deleloment of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati pada acara "Seminar Kemandirian Ekonomi Indonesia Menuju Era Globalisasi", Sabtu (9/1/2016).
Dia mengatakan saat ini nilai ekspor Indonesia hanya mencapai 10% sedang nilai impor mencapai 21% sehingga kondisi tersebut berpengaruh terhadap neraca perdagangan.
"Oleh karena, untuk menyeimbangkan neraca maka Pemerintah Indonesia memberikan stimulus kompensasi modal nasuk dan menarik investor," katanya.
Menurutnya, perkembangan perekonomian Indonesia juga bergantung pada kondisi ekonomi Tiongkok dan Amerika Serikat sebagai negara eksportir terbesar.
"Dampak penurunan perekonomian Tiongkok sebesar 1% turun 0,11% relatif berpengaruh terhadap Indonesia karena implementasinya modal yang ada di Indonesia akan 'pulang kampung'," katanya.
Dia berpendapat untuk mengantisipasi ketergantungan pada negara lain, Indonesia perlu mencontoh negara India yang mengalami proses politik hampir sama dengan Indonesia.
"Transisi kepemimpinan India hampir sama dengan Indonesia, yaitu melakukan stabilisasi perekonomian, stabilisasi harga yang semula mencapai 8 persen mampu ditekan menjadi enam persen. Hal ini, berpengaruh terhadap suku bunga," katanya.
Pada kesempatan itu, Enny mengingatkan pada pelaku bisnis untuk mengambil langkah strategis dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), seperti peeningktan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur, penyediaan modal, dan reformasi iklim investasi.
"Adapun hal yang perlu diantisipasi pada MEA, antara lain melebarnya defisit perdagangan seiring peningkatan perdagangan barang dan implementasi MEA akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia dan luar Asean," katanya.