Bisnis.com, DENPASAR - Gubernur Bali Made Mangku Pastika didesak melegalkan operasional Grab Car dan Uber di Bali, karena sopir yang tergabung dalam aplikasi ini khususnya di Pulau Dewata sudah memenuhi persyaratan dari Kementerian Perhubungan.
Paguyuban Sopir Angkutan Sewa Online (PAS-on) mengungkapkan sopir yang tergabung dalam aplikasi daring Grab dan Uber di Pulau Bali kini khawatir dampak surat keputusan pelarangan yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali pada 26 Februari tersebut.
“Selama ini dengan adanya SK Gubernur itu, kami merasa takut dan was-was khususnya di lapangan. Makanya itu kami kesini untuk meminta bantuan agar pusat melegalkan,” ujar Ketua PAS-on Wayan Sudiarsana usai bertemu anggota DPD asal Bali Gede Pasek Suardana, di Denpasar, Rabu (30/3/2016).
Di sejumlah titik destinasi seperti Kerobokan, dan Canggu, Kuta Utara Badung sudah banyak yang memasang larangan sopir Grab dan Uber masuk melayani konsumen. Akibat larangan tersebut, sejumlah sopir Grab yang tetap melayani konsumen di daerah itu mendapatkan ancaman teror seperti perusakan kendaraan, hingga intimidasi berbentuk penyekapan oleh sopir taksi pangkalan.
Selain itu, di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai sopir berbasis aplikasi juga tidak berani terang-terangan, karena mendapatkan intimidasi dari sopir setempat.
Sudiarsana mengungkapkan seharusnya hal tersebut tidak terjadi, karena meskipun bergabung dengan aplikasi, tetapi dia dan rekan-rekannya sudah mengantongi kelengkapan administrasi seperti disyaratkan Kementerian Perhubungan.
Lebih lanjut dijelaskan, sopir berbasis aplikasi selalu mengantongi Kartu Pengawasan Angkutan Sewa yang dikeluarkan Dishub dan Infokom Bali, Kartu Asuransi Jasa Raharja (untuk penumpang), Kartu Tanda Kepemilikan Izin Usaha Angkutan Penumpang dengan Kendaraan Bermotor Umurm yang dikeluarkan Dishub Denpasar, Kartu Uji Berkala Kendaraan Bermotor (KIR), serta SIM B1 Umum.
“Semua sudah di-screening dari awal, kalau mau bergabung dengan Grab syarat itu harus dipenuhi. Sekarang pun Uber di sini mulai ikut juga menerapkan,” tuturnya.
Gubernur Bali dan Ketua DPRD Bali diminta memperhatikan kelengkapan administrasi tersebut untuk meninjau ulang larangan. Pasalnya, jumlah sopir yang tergabung dalam PAS-on mencapai ribuan orang, terdiri dari Grab Car sebanyak 1.016 orang, Uber sekitar 2.000, dan Go-jek sekitar 3.000 orang.Khusus Grab Car, selain menampung sopir angkutan sewa secara individu, juga menaungi sebanyak 75 perusahaan angkutan sewa.
Sudiarsana mengaku paska bergabung dengan layanan ini, pemilik angkutan sewa di Bali merasakan keuntungan dari segi pendapatan. Rata-rata mereka menyatakan pendapatan meningkat dua hingga tiga kali lipat dibandingkan beroperasi secara konvensional.
Anggota DPD asal Bali Gede Pasek Suardika menyesalkan tindakan gegabah Gubernur Bali mengeluarkan SK larangan tanpa melakukan cek dan ricek.
Menurut mantan Ketua Komisi III DPR RI ini, kondisi di Bali tidak bisa disamakan dengan yang terjadi di DKI Jakarta. Justru Jakarta yang seharusnya meniru langkah sopir di Bali yang telah melengkapi dengan administrasi dan perizinan dari pemerintah daerah.
“Di Bali setelah saya perhatikan, ternyata ter-manage dengan baik. Sangat ironis pemprov melarang, rakyat dipungutin pajak, tapi malah tidak dikasih. Ini kurang wise harusnya diuji dulu. Selama punya izin, punya hak mencari hidup di Bali,” ujarnya sambil menunjukkan Pengawasan Angkutan Sewa yang dikeluarkan Dishub dan Infokom Bali.