Bisnis.com, JAKARTA – Pebisnis di sektor industri keramik menyatakan perbaikan kondisi industri belum terasa pada kuartal I/2016 dengan pertumbuhan properti yang lesu serta harga gas yang tak kunjung diturunkan pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga menjelaskan kondisi di kuartal I/2016 ini lebih sulit, ditandai dengan penuhnya gudang dengan stok yang tidak terdistribusikan.
“Hampir semua industri stok penuh di gudang. Sehingga mereka produksi hanya sebatas kemampuan distribusi saja. Dulu waktu 2015 sudah krisis, tapi produksi masih tinggi karena gudang belum penuh walaupun pasar mulai terasa turun,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (1/5/2016).
Elisa mengatakan bahwa janji pemerintah untuk menurunkan harga gas bagi industri semestinya dapat sedikit membantu industri untuk meningkatkan daya saing dalam melakukan ekspor. Pasalnya, dia menjelaskan bahwa penurunan harga gas memang tidak akan berdampak langsung terhadap perbaikan pasar dalam negeri.
“Pemerintah sudah terlanjur janji, dan bagi industri itu sangat diharapkan. Memang belum tentu pasar membaik, tapi bagi industri yang kondisinya berat, mungkin bisa membantu untuk ambil pasar [ekspor] yang lebih luas. Atau bagi yang masih bisa bersaing, bisa perbesar volume produksi,” tuturnya.
Dia beranggapan bahwa pemerintah harus membuat sebuah pemicu agar ekonomi dan daya beli masyarakat dapat bergerak dalam waktu yang lebih cepat. Karena daya beli rendah berdampak pada pelemahan di sektor properti dan turut berdampak bagi industri penyokong properti seperti industri keramik. “Dengan situasi sekarang, properti belum naik juga, kami juga belum bisa berharap industri ini naik,” ujarnya.