Bisnis.com, JAKARTA - Deputi III Kantor Staf Kepresidenan Denni Puspa Purbasari mengemukakan pemerintah mewacanakan pengubahan beras miskin (raskin) dengan sistem voucher pangan yang dinilai bakal memberikan gizi yang lebih seimbang bagi masyarakat miskin di Tanah Air.
"Raskin ingin kita ubah dengan cara memberdayakan rakyat, khususnya rumah tangga masyakat miskin," kata Denni Puspa Purbasari dalam diskusi "Arah Kebijakan Voucher Pangan" di Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Menurutnya, konsep voucher pangan tersebut rencananya diberikan dengan nilai tertentu setiap bulan, dan rencananya bisa dibeli untuk pangan apa saja, tetapi secara eksplisit disebutkan beras dan telur.
Dia memastikan akan ada proses registrasi yang layak dan diharapkan pula akan ada banyak pedagang yang berpartisipasi sebagai tempat untuk me-redeem (menukar) voucher yang dimiliki rakyat miskin tersebut."Kami ingin menyeimbangkan gizi warga miskin sehingga tidak hanya mengasup karbohidrat, tetapi juga protein seperti telur," katanya.
Dengan adanya asupan yang lebih cukup, maka diharapkan akan ada pengembalian investasi jangka panjang, yaitu generasi masa mendatang Indonesia yang lebih cerdas.
Dia juga menuturkan, payung hukumnya sedang disiapkan dan diharapkan bakal ada peraturan presiden (Perpres) untuk ini, serta kebijakan ini bakal dipimpin Menko Perekonomian serta dibantu menko-menko lainnya sehingga ini akan menjadi pekerjaan bersama, bukan hanya satu-dua kementerian.
Bila wacana ini jadi direalisasikan, menurutnya, maka diperkirakan rentang waktunya setelah payung hukumnya keluar maka akan dimulai di tingkat kota dan baru setelah itu ke tingkat daerah hingga kabupaten.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menilai wacana voucher pangan tidak bisa menjawab stabilisasi harga apalagi sampai menggantikan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) yang selama ini berperan menyebarkan raskin.
Selama ini, Herman mengingatkan bahwa raskin telah ada harga yang ditetapkan agar terjangkau oleh masyarakat bawah, bila menggunakan voucher untuk ditukar ke pedagang makan yang akan berlaku adalah dengan mekanisme harga pasar.
Pembicara lainnyan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI mengemukakan dalam UU Pangan, aspek ketahanan pangan diserahkan kepada Perum Bulog, meski belum juga diketahui apakah ke depannya akan berupa lembaga pangan yang lebih strategis, di mana bulog bereinkarnasi atau menjadi subordinasi lembaga tersebut, itu diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah.
"Kalau voucher pangan menggeser peran bulog ke ritel, apakah voucher pangan ini sudah bisa berperan dalam sistem ketahanan pangan nasional," katanya.
Apalagi, politisi Partai Demokrat itu juga menyangsikan sistem voucher pangan itu juga bisa menjawab permasalahan pola distribusi, padahal sentra produksi surplus hanya di enam provinsi.
Herman menegaskan bahwa merupakan tanggung jawab negara sehingga rakyat bisa mendapatkan pangan yang terjangkau baik harga maupun ketersediaannya.
Bila voucher pangan telah direalisasikan dan ada gangguan dalam pelaksanaannya, maka hal itu dinilai bisa mengulang kejadian pada akhir 2014 atau awal 2015, ketika raskin akan diganti dengan e-money, namun karena tidak ada kejelasan maka harga beras naik tinggi.
"Ini yang harus menjadi pemikiran besar. Kalau tidak, yang susah masyarakat. Kalau voucher pangan akan menggantikan peran bulog menurut saya impossible (tidak mungkin), mentah konsepnya," katanya.