Bisnis.com, BANDUNG--Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat meminta pemerintah terus memacu sertifikasi terhadap sapi perah guna meningkatkan kualitas susu.
Ketua GKSI Jabar Dedi Setiadi mengatakan saat ini baru sebagian kecil peternak yang sudah memperoleh sertifikasi sapi perah, karena mayoritas terkendala biaya.
Kendati demikian, ujarnya, saat ini peternak yang memiliki keterbatasan modal sudah mengurus akta kelahiran bagi sapi perah.
"Sekarang misalnya di Lembang Bandung Barat sudah sebagian diterapkan akta kelahiran bagi sapi perah sebagai salah satu syarat sertifikasi oleh pemerintah," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/6).
Dia menjelaskan, dengan sertifikasi diharapkan kualitas susu di dalam negeri bisa terkerek, karena asal-usul sapi perah terlebih dahulu ditelusuri termasuk keturunannya.
"Nantinya, sertifikasi ini dilakukan untuk memilih sapi perah yang berkualitas dan yang tidak."
Selain akta kelahiran, untuk mendapatkan sertifikasi peternak harus menerapkan standar kandang sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah maupun standar pakan yang diberikan pada sapi mereka.
Ke depannya, kegunaan sertifikasi bisa membuat daya saing sapi perah tinggi, dan sapi perah dari dalam negeri nantinya bisa tembus pasar ekspor.
"Kalau di luar itu semua sapi perah sudah disertifikasi, sementara di Indonesia belum seluruhnya. Bahkan baru dimulai," ujarnya.
Di samping itu, pemerintah pun perlu memperbanyak suntik anakan antara sapi betina lokal dengan sapi pejantan jenis proven bull dari Australia.
Dedi mengatakan sapi perah proven bull memiliki keunggulan berupa susu yang dihasilkan bisa mencapai 20--25 liter per hari, sedangkan rata-rata sapi perah di Indonesia hanya menghasilkan 10--12 liter per hari.
“Hal ini tentunya harus didukung dengan grand design peningkatan mutu genetik sapi perah yang jelas, serta dilaksanakan konsisten dan berkelanjutan,” tegasnya.
Adapun, soal produksi susu sapi pada kuartal I/2016 masih stagnan di kisaran 1,4-1,5 juta liter, akibat persoalan pakan rumput yang sulit didapatkan peternak.
Dia menjelaskan, kontribusi pakan rumput mencapai 70% untuk menghasilkan produksi susu yang maksimal. "Di dalam negeri itu rumput hijauan sulit dicari, jadi harus dicampur pakan konsentrat," jelasnya.
Menurutnya, asupan pakan konsentrat bagi sapi perah di dalam negeri sebenarnya tidak baik bagi perkembangbiakan terutama dalam memproduksi susu.
Di luar negeri seperti Australia dan Selandia Baru, seluruh sapi perah dilepasliarkan di padang rumput sehingga kualitas susu yang dihasilkan sangat bagus.
Kondisi berbeda di Indonesia, sebagian besar sapi perah berada di kandang yang notabene jarang dilepaskan. Hal ini membuat kondisi sapi pun tidak maksimal dalam memperoleh keturunan.
"Umur sapi di Indonesia paling hanya 5 kali beranak langsung dipotong, kalau di Australia di atas 7 kali beranak masih produktif," ungkapnya.
Sementara itu, Dinas Peternakan (Disnak) Jabar mengklaim pihaknya menggenjot sertifikasi terhadap bibit sapi perah guna meningkatkan kualitas susu sapi serta mengejar swasembada nasional.
Saat ini, sekitar 80% susu nasional masih didapat dari impor, sementara sisanya dipasok dalam negeri.
Kepala Disnak Jabar Dody Firman Nugraha mengatakan sertifikasi bibit sapi perah dilakukan berdasarkan Undang-undang No.18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam aturan itu disebutkan pada Pasal 13 Ayat 6 jika setiap bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat yang memuat keterangan silsilah dan ciri-ciri keunggulan.
“Sertifikat merupakan keharusan sebagai jaminan jika ternak sapi perah memiliki keunggulan, bebas dari penyakit menular dan memiliki kepastian hak untuk dipelihara sesuai ketentuan,” katanya.
Dia menjelaskan penggenjotan sertifikasi bibit sapi perah ini diharapkan mampu secara perlahan meningkatkan produksi sapi perah yang biasanya hanya satu ekor 13 liter/hari menjadi 20 liter/hari.
GKSI Minta Sertifikasi Sapi Perah Digencarkan
Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat meminta pemerintah terus memacu sertifikasi terhadap sapi perah guna meningkatkan kualitas susu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Adi Ginanjar Maulana
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
2 menit yang lalu
AS Kenakan Tarif Bea Masuk Tinggi ke China, Apa Dampak ke RI?
5 menit yang lalu
PPN 12% untuk Barang Mewah, Pengusaha: Hampir Semua Kena
37 menit yang lalu