Bisnis.com, DENPASAR - Sebanyak 15 kelompok seniman dan lembaga swadaya masyarakat berkolaborasi menggelar program "Mabesikan Project ; Art for Social Change" untuk menyuarakan perlindungan terhadap lokasi produksi garam Amed, Karangasem.
Program berupa workshop seni, pertunjukan karya seni, pameran foto dan pembuatan mural yang mengangkat tema Potensi Garam Amed ini bertujuan menekan alih fungsi di Pantai Amed dari lahan garam menjadi akomodasi wisata. Hinga kini, hanya tersisa 20 orang petani garam di daerah tersebut yang masih bertahan.
Rencananya, Mabesikan Forum akan berlangsung pada 15-16 Agustus 2016yang akan memfasilitasi pertemuan antara seniman, LSM, stakeholder pemerintah dan komunitas masyarakat. Puncaknya akan ada Festival Mabesikan pada Oktober 2016.
Kolaborasi ini juga memfasilitasi ruang dialog antara petani garam Amed, pengusaha dan stakeholder pemerintah. Program ini melibatkan Search for Common Ground (SFCG) dan Kedutaan Besar Denmark, Sloka Institute, Rudi Waisnawa (seniman fotografi) dan Arie Putra (seniman mural), Conservation International Indonesia, Kelompok Indikasi Geografis Garam Amed, serta Pewarta Warga Amed dan sejumlah seniman Amed.
Perwakilan pewarta warga Nengah Suanda menjelaskan Garam Amed Bali yang sudah tersohor merupakan warisan berharga yang diberikan oleh nenek moyang. Selain itu, teknik pengolahan garam tradisional sendiri merupakan daya tarik pariwisata yang luar biasa dan tidak ada di tempat lain. Apalagi Garam Amed sudah mendapatkan indikasi geografis dari kementerian terkait.
"Kesusahan atau sulitnya disini adalah mengontrol kegunaan lahan yang banyak dialih fungsikan menjadi hotel dan restoran, sehingga perlu ada aturan zona khusus lahan produksi garam," jelasnya melalui siaran pers, Jumat (16/6/2016).
Rudi Waisnawa mengatakan sangat tertantang untuk berkolaborasi dalam Mabesikan project dan berharap proyek ini berkelanjutan. Artinya tidak selesai cuma pameran foto saja. Tapi ada kelanjutan misalnya bisa memecahkan masalah yang dihadapi petani garam Amed yaitu menjaga keberlanjutan lahan petani garam.
"Sehingga dengan adanya Mabesikan project ini bisa melahirkan kebijakan tentang perlindungan lahan petani garam Amed, yang diikuti peningkatan kualitas produksi, pengemasan dan juga pemasarannya," jelasnya.
Manajer Program Conservation International Indonesia untuk Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Bali Iwan Dewantama mengatakan bahwa kegiatan Mabesikan Project diharapkan mengangkat segenap potensi perlindungan garam Amed dan sebuah bentuk konservasi Alam dengan pendekatan baik di darat maupun di laut atau “Nyegara-Gunung”.
Pendekatan ini didasari prinsip keterkaitan lingkungan dari gunung sampai laut yang perlu dikelola secara terpadu. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadikan Amed sebagai salah pariwisata berbasis ekosistem dan budaya, yang dapat mendukung keberlanjutan dan kejayaan garam Amed.
Sementara itu, Program Assistant Search for Common Ground untuk Mabesikan Project, Pungkas D, menjelaskan bahwa “Inisiatif dari kolaborasi ini adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap potensi petani dan lahan garam di Amed, keberlanjutan pelestarian alam serta warisan budaya. Selain isu lingkungan, Mabesikan Project juga merespon isu identitas dalam masyarakat dan isu kesetaraan gender.