Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum ke Daerah akan Dikonversi ke SBN

Kementerian Keuangan akhirnya bakal mengonversi Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dari APBN yang selama ini ditransfer langsung ke kas daerah ke dalam bentuk nontunai, berupa Surat Berharga Negara (SBN).
Tumpukan uang/Ilustrasi
Tumpukan uang/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan akhirnya bakal mengonversi dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi umum (DAU) dari APBN yang selama ini ditransfer langsung ke kas daerah ke dalam bentuk nontunai, berupa surat berharga negara (SBN).

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK/07/2016, yang telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada 13 Juni 2016.

Dalam PMK itu disebutkan, DBH yang dikonversi dalam bentuk nontunai itu terdiri atas DBH PBB Migas, DBH Pasal Pajak Penghasilan (PPh) 21 dan DBH PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri), DBH SDA (Sumber Daya Alam) Pertambangan Minyak Bumi, DBH SDA Pertambangan Gas Bumi dan DBH SDA Pertambangan Mineral dan Batubara.

Adapun DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

“Konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai sebagaimana dimaksud dilakukan melalui penerbitan SBN,” bunyi Pasal 3 PMK ini, dikutip dari halaman Sekretariat Kabinet, Selasa (21/6/2016).

Konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai itu dilakukan 2 (dua) tahap dalam setahun, yaitu tahap I yang dilaksanakan pada awal April dan tahap II yang dilaksanakan pada awal Juli.

Dalam PMK ini dijelaskan tujuan konversi penyaluran DBH dan DAU dalam bentuk SBN bertujuan untuk mendorong pengelolaan APBD yang sehat, efisien, dan efektif, mendorong penyerapan APBD yang optimal dan tepat waktu; dan mengurangi uang kas dan simpanan pemerintah daerah di bank dalam jumlah tidak wajar.

Menurut beleid itu, data yang digunakan untuk menghitung besaran penyaluran DBH dan DAU dalam bentuk SBN bersumber dari pemerintah daerah dan Bank Indonesia.

Adapun, data yang bersumber dari pemerintah daerah terdiri atas perkiraan belanja operasi, belanja modal, transfer bagi hasil pendapatan, dan transfer bantuan keuangan untuk 12 bulan. Selain itu, juga termasuk laporan posisi kas bulanan dan ringkasan realisasi APBD bulanan.

Sementara data yang bersumber dari Bank Indonesia adalah data mengenai dana pemerintah daerah di perbankan yang nantinya digunakan sebagai data pendukung untuk penghitungan uang kas dan simpanan pemerintah daerah di bank dalam jumlah tidak wajar.

“Penetapan daerah dan besaran penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai sebagaimana dimaksud dilakukan terhadap daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar,” bunyi Pasal 10 ayat 3 beleid itu.

Daerah yang memiliki uang kas dan simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar merupakan daerah yang memiliki posisi kas setelah dikurangi belanja operasi, belanja modal, transfer bagi hasil pendapatan, dan tansfer bantuan keuangan untuk kurun waktu 3 bulan berikutnya.

Dirjen Perimbangan Keuangan akan menyampaikan surat kepada Kepala Daerah mengenai konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk SBN yang telah dilaksanakan. Adapun jenis SBN ditetapkan dalam Surat Perbendaharaan Negara (SPN)/Surat Perbandaharaan Negara Syariah (SPN-S) yang tidak dapat diperdagangkan.

“Yield SBN adalah sebesar 50% dari tingkat suku bunga penempatan kas Pemerintah Pusat pada Bank Indonesia, dengan jangka waktu selama 3 (tiga) bulan,” bunyi Pasal 14 ayat 3 dan 4.

Oleh karena itu, melalui PMK ini, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mewajibkan Pemerintah Daerah memiliki rekening surat berharga pada Sub-Registry untuk penyimpanan dan penatausahaan SBN hasil konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU itu, dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

Sementara itu, pelunasan SBN dapat dilakukan pada saat jatuh tempo atau sebelum jatuh tempo (early redemption). Pelunasan dilakukan secara tunai. Khusus soal pelunasan SBN sebelum jatuh tempo (early redemption) dapat dilakukan 1 bulan atau 2 bulan sebelum SBN jatuh tempo.

Menteri Keuangan menegaskan, pada saat PMK ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.07/2015 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 24 beleid yang telah diundangkan oleh Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana itu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lukas Hendra TM
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper