Bisnis.com, MEDAN - Pemerintah Provinsi Sumatra Utara mengajukan rancangan peraturan daerah tentang retribusi perpanjangan izin mempekerjakan tenaga kerja asing, pada Senin (1/7/2016) melalui sidang paripurna bersama DPRD Sumut.
Berdasarkan isi ranperda tersebut, struktur tarif retribusi ditetapkan atas tingkat penggunaan jasa. Adapun, besarannya yakni US$100 per orang per bulan. Retribusi dibayarkan dengan rupiah sesuai dengan kurs yang berlaku saat pembayaran.
"Sebelumnya, ini merupakan kewenangan pemerintah pusat. Tapi sekarang sudah dialihkan ke pemerintah daerah. Pemda bebas berinovasi untuk menambah retribusi sepanjang tidak melanggar UU. Seharusnya ini sudah berlaku sejak 2013. Oleh karena itu, ranperda ini menjadi sangat penting," papar Erry, pada hari yang sama.
Lebih lanjut, dia merinci, tarif retribusi perpanjangan izin TKA tidak melebihi tarif penerimanaan negara bukan pajak (PNBP) yang belakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Kendati sudah menetapkan besaran pembayaran perpanjangan izin kerja TKA, tapi ada pengecualian yakni kepada instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
"Pendapatan dari retribusi ini akan diutamakan untuk mendanai kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal. Alokasinya tetap melalui APBD. Kami berharap nantinya bisa menciptakan peluang kerja lebih besar. Atau masyarakat justru bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri," tambah Erry.
Pada kesempatan yang sama pemprov dinilai harus lebih serius untuk mendata dan mengawasi perizinan TKA. Pasalnya, selama ini beberapa instansi terkait tidak memiliki data yang sinkron dan kerap tidak ketat mengawasi perizinannya.
Sekretaris Komisi C DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menyebutkan, dari beberapa rapat kerja dengan perwakilan Imigrasi dan Disnakertrans Sumut tidak ada yang mengetahui pasti berapa jumlah TKA dan berapa lama mereka memegang izin kerja di Indonesia.
"Di Sumut tidak pernah ada TKA yang dideportasi karena memegang izin ilegal. Padahal beberapa waktu lalu ada masalah yang sama di PLTU Paluh Kurau. Sering sekali kita hanya bekerja di 'hilir' tapi tidak di 'hulu'. Lalu bagaimana bisa menjalankan perda retribusi?" ucap Sutrisno.
Pemprov Sumut, lanjutnya juga harus melibatkan dengan intens instansi terkait seperti Satpol PP, sebagai perangkat yang menjalankan perda.
Adapun, pemprov dan DPRD Sumut tak khawatir ranperda ini akan termasuk ke peraturan yang dicabut Kemendagri.
"Untuk itu, tidak ada masalah. Ranperda ini pasti sudah dikonsultasikan dengan pemerintah pusat. Sekarang pembuatan ranperda tidak memberi ruang untuk sia-sia di kemudian hari," tuturnya.