Bisnis.com, JAKARTA — Masa depan perdagangan global yang kian tak menentu usai Trans-Pacific Partnership berpeluang besar batal diratifikasi, menjadi salah satu perhatian dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation di Lima pada 19-20 November 2016. Lalu, seperti apa posisi pemerintah Indonesia usai perjanjian yang diinisiasi Amerika itu mandek?
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), terlihat jelas kerisauan beberapa pimpinan negara dengan mandeknya Trans-Pacific Partnership (TPP).
Namun, Enggar memastikan Indonesia tetap akan menjalankan aksi peningkatan perdagangan tanpa terpengaruh TPP.
“With or without TPP, kami akan meningkatkan perdagangan juga perjanjian perdagangan baik bilateral maupun multilateral,” jelas Enggar di Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag), Selasa (22/11/2016).
Bahkan, di sela-sela pertemuan APEC, Enggar menyebut Indonesia melakukan penandatanganan perjanjian bilateral dengan 12 negara di antaranya dengan Peru, Taiwan, Jepang, China, dan Chile. Sementara itu, perjanjian dengan Australia dan Malaysia disebutkan masih menyisakan beberapa hal yang perlu dirampungkan.
Begitu pula dengan penyelesaian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Enggar mengatakan proses perundingan RCEP akan tetap berlangsung sesuai jadwal. Kemudian, hubungan dagang dengan Uni Eropa pun akan segera ditingkatkan. “Di Asean pun kami bidik jadi pemimpin karena Indonesia ini negara besar.”
Di sisi lain, meski TPP cenderung batal diratifikasi oleh pemerintahan Donald Trump, Enggar mengungkapkan pihaknya akan tetap melanjutkan studi atas perjanjian ini. Pasalnya, muatan dalam TPP menunjukkan best practice dalam berbisnis di negara lain yang bisa menguntungkan bagi Indonesia.