Bisnis.com, TANGERANG— Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia atau REI menargetkan dapat membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi Pengembang pada Februari atau Maret 2017 guna meningkatkan kualitas profesi pengembang Tanah Air.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Soelaeman Soemawinata mengatakan dalam kepengurusan baru REI saat ini, ada tujuh pilar yang ditekankan sebagai program kerja utama. Pilar pertama dari ketujuh pilar tersebut yakni pendidikan dan pelatihan.
Saat ini, tuturnya, sekitar 70% hingga 80% pengembang bergerak di pengembangan rumah sederhana. Tidak jarang, para pengembang ini merupakan individu yang semula bekerja di bidang lain dan tidak memiliki pengetahuan yang memadai di bidang properti.
Eman, sapaan akrabnya, mengungkapkan, bisnis properti merupakan muara dari peralihan industri lain. Banyak dari pelaku di industri properti saat ini semula mengembangkan bisnis di industri lain. Setelah cukup mapan, pelaku usaha di sektor minyak, tambang, pertanian, konstruksi, dan lainnya, mengembangkan profil usahanya ke sektor properti.
Selain itu, tidak sedikit pula pelaku usaha individu yang terjun ke bisnis ini untuk mencoba peruntungan selain profesi yang semula digeluti. Tidak jarang, mereka berasal dari kalangan pendidik atau guru, pegawai bank, notaris, kontraktor, dan beragam profesi lainnya.
Hal ini menyebabkan profesi pengembang tidak memiliki kompetensi yang sama dan berujung pada berbagai masalah sepanjang proses pengembangan proyek properti. Konsumen pun akhirnya menderita kerugian akibat aksi spekulasi para pendatang baru ini.
“Tidak semua developer Indonesia mempunya kemampuan yang sama. Tanpa belajar, tidak akan bisa hebat sekali. Para pengembang kecil itu butuh coaching, counseling, atau training, dan itu setahu saya belum ada saat ini,” katanya, dikutip Senin (19/12/2016).
Eman mengatakan, seorang pengembang tidak saja harus mampu membangun properti, tetapi juga memberi nilai tambah. Nilai tambah tersebut tidak saja mencakup nilai tambah finansial dan ekonomi, tetapi juga nilai tambah bagi lingkungan dan sosial. Untuk menjadi seperti itu, dibutuhkan pelatihan dan berbagi ilmu dari pengembang besar yang terbukti kompeten.
Oleh karena itu, tuturnya, nantinya REI akan memiliki badan sertifikasi profesi. Selain itu, dikembangkan juga badan riset, pendidikan dan pelatihan, untuk mengembangkan kompetensi pengembang yang tergabung dalam REI.
Eman menuturkan, saat ini pembantukan lembaga sertifikasi profesi (LSP) pengembang sudah di tahap penyelesaian akhir.
“Insya Allah dalam waktu Februari atau Maret [2017] ini kita ingin menjadi lembaga yang bisa membuat LSP. Mudah-mudahan tercapai. Saat ini masih tahap finishing,” pungkasnya.
Kalangan pengembang relatif terlambat dibandingkan kalangan broker properti dalam upaya peningkatan kompetensi pelaku usaha di sektornya melalui sertifikasi profesi. Kalangan broker properti melalui Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (Arebi) sudah memiliki LSP Broker Properti Indonesia (LSP BPI) sejak akhir 2015.
Hingga November 2016, tercatat sudah 381 tenaga broker properti profesional yang telah tersertifikasi. Hingga akhir tahun ini, LSP BPI menargetkan dapat mensertifikasikan 500 orang tenaga broker properti.