Bisnis.com, JAKARTA - Eko Listianto, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan stance kebijakan moneter oleh bank sentral akan semakin terbatas bahkan cenderung mengetat mengingat sejumlah aksi ekspansif telah dilakukan sepanjang tahun lalu.
Selain itu, dinamika ekonomi global dari AS dan negara maju lainnya memerlukan langkah antisipas. Namun, dia memperkirakan The Fed akan lebih agresif pada tahun ini untuk menaikkan suku bunga acuannya.
"Situasi semacam itu diikuti pengetatan supaya enggak terjadi capital outflow," ucapnya, Minggu (8/1/2017).
Menurutnya, BI 7-day (Reverse) Repo Rate yang saat ini bertengger di level 4,75% sudah termasuk kategori suku bunga acuan rendah di tengah ketidakstabilan global sekaligus meneruskan transmisinya untuk mendorong permintaan kredit.
Dia menyatakan bank sentral harus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Kurs yang fluktuatif akan membuat swasta menghitung kembali bisnisnya sehingga bisa membuat gejolak. Makroprudensial yang telah diputuskan oleh Bank Indonesia memerlukan dukungan dari kebijakan fiskal.
Seperti diketahui, di makroprudensial, BI telah merelaksasi rasio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) untuk sektor properti. Selain itu, Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam rupiah juga diturunkan sebesar 1% menjadi 6,5%.
"Seperti yang LTV untuk uang muka kepemilikan properti, namun di sisi lain pembebasan lahan masih sulit sehingga jadi enggak maksimal," ujarnya.