Bisnis.com, Jakarta--Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, mengatakan risiko global masih dari dari arah kebijakan Trump baik fiskal maupun perdagangan. Kendati berjaga-jaga, bank sentral menilai kebijakan fiskal AS yang dikampanyekan Trump kurang layak untuk diimplementasikan.
Dia menuturkan defisit anggaran AS telah mencapai level 4,4% dan utang pemerintahnya telah menembus 106% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga ruang manuver bagi fiskal tidak akan agresif. Sementara, kebijakan perdagangan Trump bisa berdampak besar karena presiden AS memiliki kewenangan untuk menghentikan sepihak perjanjian perdagangan terhadap negara yang tidak menguntungkan bagi ekonomi AS.
"Indonesia tidak masuk negara yang rentan terhadap kemungkinan proteksionis. China tidak masuk di dalam negara yang berpotensi untuk terkena. Tapi kebijakan unilateral bisa. Ini yang kami tunggu," katanya, di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Sagara menuturkan ekspor diperkirakan meningkat seiring tren kenaikan harga minyak dunia sehingga harga komoditas ekspor dalam negeri seperti batu bara, tembaga, dan timah dapat terkerek naik.Â
Pada 2017, pemulihan ekonomi diperkirakan terus berlanjut didorong oleh membaiknya kinerja ekspor. Neraca pembayaran Indonesia pada kuartal IV/2016 diprediksi akan mencatat surplus cukup besar dan defisit transaksi berjalan yang lebih rendah di bawah 2%.
"Neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus, terutama ditopang oleh transaksi modal dan finansial yang mencatat surplus cukup besar dan membaiknya kinerja ekspor," ucapnya.