Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendati Stabil, Inflasi Harga Pangan Masih Perlu Diwaspadai

Inflasi harga pangan bergejolak masih perlu diwaspadai kendati pada Januari 2017 diperkirakan cenderung mulai stabil. Inflasi pada pangan bisa menggerus nilai tukar petani dan buruh sehingga menurunkan daya beli.
Kebutuhan pokok di pasar tradisional./Ilustrasi-Bisnis
Kebutuhan pokok di pasar tradisional./Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--Inflasi harga pangan bergejolak masih perlu diwaspadai kendati pada Januari 2017 diperkirakan cenderung mulai stabil. Inflasi pada pangan bisa menggerus nilai tukar petani dan buruh sehingga menurunkan daya beli.

Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan inflasi yang bergerak tinggi bisa mempengaruhi daya beli, termasuk di tingkat petani dan buruh. Kemudahan impor yang diberikan pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan memang membuat inflasi di tingkat konsumen terkendali.

Namun, nilai tukar petani masih pada November 2016 tercatat berada di posisi 101,31, turun hingga 0,40% dibandingkan bulan sebelumnya 101,71. Sementara, upah riil buruh tani mengalami penurunan 0,19% dan upah riil buruh bangunan tergerus lebih dalam sebesar 0,29% pada Desember 2016.

Menurutnya, inflasi yang tinggi tidak secara otomatis meningkat daya beli masyarakat karena di tingkat produsen mengalami penurunan nilai tukar. Hal tersebut masih belum bisa diselesaikan pemerintah oleh karena distribusi pangan yang berkeadilan lebih bias ke konsumen, sedangkan produsen seperti petani makin tergerus.

“Saat ini tingkat produksi tidak meningkat. Tapi kebutuhan konsumsi di pedesaan makin lama meningkat untuk barang-barang yang berasal dari luar seperti elektronik,” katanya, di Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, menuturkan hingga pekan keempat Januari 2017, survei yang dilakukan bank sentral menunjukkan laju inflasi sekitar 0,69%. Pada keseluruhan Januari 2017, dia memproyeksikan inflasi melaju hingga 0,7% (mom).

“Pemicunya karena penyesuaian tarif listrik dan yang lainnya karena harga pangan bergejolak,” ucapnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper