Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PDB Perikanan Melambat Akibat Kebijakan Tak Seimbang

Perlambatan laju produk domestik bruto (PDB) perikanan tahun lalu dengan laju hanya 5,15% dipandang sebagai akibat dari ketidakseimbangan kebijakan pemerintah terhadap pelaku perikanan berskala besar dan kecil.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti/Reuters-Beawiharta
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti/Reuters-Beawiharta
Bisnis.com, JAKARTA -- Perlambatan laju produk domestik bruto (PDB) perikanan tahun lalu dengan laju hanya 5,15% dipandang sebagai akibat dari ketidakseimbangan kebijakan pemerintah terhadap pelaku perikanan berskala besar dan kecil. 
 
Menggunakan pendekatan input-proses-output, pengamat ekonomi perikanan Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto berpendapat ketidakseimbangan bermula dari keinginan pemerintah membalik dominasi pelaku besar di usaha perikanan tangkap menjadi dominasi pelaku kecil.
 
Dia memandang kebijakan afirmatif terhadap nelayan kecil, misalnya melalui program bantuan kapal, asuransi nelayan, dan pemberantasan illegal fishing, pada dasarnya baik.
 
Sayangnya, pada saat yang sama, pemerintah meminggirkan pelaku usaha perikanan berskala besar, misalnya melalui kebijakan deregistrasi kapal buatan luar negeri (eks asing), termasuk yang tidak tertera dalam daftar hitam.
 
Padahal, dengan keterbatasan teknologi dan kemampuan mengakses sumber daya ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan laut lepas, armada nelayan kecil tidak mampu menyalip kapasitas pelaku perikanan berskala besar. 
 
"Akibatnya, output large scale menyusut drastis, sedangkan output small scale meningkat terbatas. Itu ikut andil terhadap perlambatan PDB perikanan kita," kata Luky saat dihubungi, Selasa (7/2/2017).
 
Semestinya, saat pemerintah mendorong nelayan kecil naik kelas menjadi pengusaha besar, otoritas pada waktu yang sama hendaknya membina pelaku skala besar mengingat merekalah yang selama ini mewakili 'kehadiran' Indonesia di laut lepas dengan menggarap sejumlah RFMO. 
 
Ketidakseimbangan juga terjadi di usaha perikanan budidaya. Budidaya perairan umum (meliputi danau, waduk, sungai, rawa), menghadapi masalah daya dukung, yakni tidak adanya proteksi terhadap badan air. Akibatnya, kematian massal ikan sempat terjadi di beberapa tempat, seperti Danau Maninjau dan Danau Toba. 
 
Sementara itu, budidaya pesisir alias tambak menghadapi masalah keberlanjutan. Di Sulawesi Tenggara misalnya, berkembang tambak udang dengan teknologi superintensive yang diklaim ramah lingkungan. Sayangnya, teknologi itu memerlukan energi yang besar. 
 
Adapun budidaya laut (marine culture), lanjut Luky, terlambat dikembangkan. 
 
Dari sisi proses, Luky melihat kebijakan pemerintah kurang inklusif. Dia memberi contoh, dalam program pengembangan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT), pemerintah hanya melibatkan nelayan kecil dan BUMN. 
 
"Private (swasta) tidak dilibatkan, padahal tetap diperlukan. Business entity mestinya melibatkan masyarakat nelayan, BUMN, dan private," ujarnya. 
 
Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan PDB subsektor perikanan 2016  5,15%, jauh di bawah laju tahun sebelumnya yang mencapai 7,89%. Realisasi itu sesungguhnya jauh di bawah target pemerintah 8% sekaligus yang paling rendah setidaknya dalam enam tahun terakhir. 
 
BPS menyebutkan, baik produksi perikanan tangkap maupun perikanan budidaya melambat akibat curah hujan yang tinggi tahun lalu. Namun, kinerja produksi rumput laut dan hasil perikanan budidaya yang kurang menggembirakan paling mengerem laju PDB perikanan. 
 
Gelagat pelembaman PDB perikanan sebenarnya sudah terlihat sejak kuartal I/2016 dengan pertumbuhan hanya 7,03% (year on year). Perlambatan itu kemudian berlanjut ke kuartal berikutnya, dengan pertumbuhan masing-masing 5,56%; 5,64%; dan 2,62%. 
 
BPS dalam acara Refleksi 2015-2016 dan Outlook 2017 yang digelar KKP dengan mengundang para pemimpin redaksi media massa, pertengahan Desember 2016, memaparkan perlambatan laju PDB perikanan hingga kuartal III/2017 dilatarbelakangi dua faktor. 
 
Pertama, perlambatan produksi perikanan tangkap akibat tidak beroperasinya kapal besar sebagai dampak kebijakan pembatasan ukuran kapal penangkap ikan. 
 
Kedua, perlambatan produksi rumput laut karena pengaruh curah hujan yang tinggi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper