Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemberantasan Illegal Fising Bukan Pemicu Pertumbuhan PDB Perikanan

Pertumbuhan produk domestik bruto subsektor perikanan sempat melesat pada 2015, tetapi bukan karena pemberantasan illegal fishing seperti diklaim pemerintah, melainkan faktor cuaca. Faktor cuaca pulalah yang membuat laju PDB perikanan melambat tahun berikutnya.
Susi Pudjiastuti
Susi Pudjiastuti
Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan produk domestik bruto subsektor perikanan sempat melesat pada 2015, tetapi bukan karena pemberantasan illegal fishing seperti diklaim pemerintah, melainkan faktor cuaca. Faktor cuaca pulalah yang membuat laju PDB perikanan melambat tahun berikutnya.
 
Tanda-tanda perlambatan kinerja perikanan Indonesia sebenarnya tampak sejak kuartal I/2016 dengan pertumbuhan produk domestik bruto subsektor itu yang hanya 7,94%, lebih rendah dari laju periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 8,61%.
 
Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam berbagai kesempatan dengan percaya diri selalu menyebut pertumbuhan PDB perikanan 2015 yang mencapai 8,37%, pencapaian tertinggi sepanjang sejarah, sebelum akhirnya direvisi oleh Badan Pusat Statistik menjadi 7,89%. 
 
Dengan mengaitkannya dengan aksi heroik menekuk lutut pelaku illegal fishing, kebanggaan itu terus diulang-ulang sekalipun perlambatan berlanjut ke kuartal-kuartal berikutnya, hingga akhirnya BPS awal bulan ini mengumumkan laju PDB perikanan 2016 hanya 5,15%.
 
Rasa heran muncul, bagaimana pertumbuhan PDB yang tiba-tiba melesat seketika turun kecepatan menjadi yang paling rendah dalam tujuh tahun terakhir?
 
Laju PDB perikanan 2015 yang sangat cepat didorong lebih kuat oleh kinerja perikanan budidaya yang terbang hingga 15,79% dibandingkan dengan performa perikanan tangkap yang hanya melaju 1,22% (lihat tabel). 
 
Kemarau panjang yang digerakkan oleh El Nino membuat cuaca kondusif bagi aktivitas pengeringan rumput laut. Maka, sangat wajar jika kinerja perikanan budidaya terakselerasi ke level dua digit. 
 
Di sisi lain, perikanan tangkap melambat sangat tajam menyusul pemberantasan illegal fishing, larangan alih muatan di tengah laut (transhipment), dan larangan ekspor kepiting, rajungan, serta lobster bertelur dan di bawah ukuran yang ditentukan.
 
Lompatan kinerja perikanan budidaya yang tinggi mengompensasi perikanan tangkap yang bergerak lamban sehingga pertumbuhan PDB perikanan 2015 mencapai 8%. Namun, pemerintah semestinya sadar bahwa 'prestasi' yang dipicu oleh perubahan cuaca --sesuatu yang sesungguhnya sulit dikontrol-- tak dapat dijamin kesinambungannya. 
 
Itu terbukti kemudian pada tahun berikutnya, saat kemarau panjang berbalik menjadi hujan sepanjang tahun akibat La Nina. Cuaca tak lagi bersahabat bagi kegiatan budidaya rumput laut tahun lalu.
 
Di sisi lain, moderasi laju PDB perikanan tangkap berlanjut setelah pemerintah membatasi ukuran kapal penangkap ikan maksimum 150 gros ton. Kapal-kapal besar yang dibangun tidak dapat beroperasi setelah pemerintah memutuskan tak akan memberikan izin baru untuk kapal berbobot di atas 150 GT. 
 
Pada saat yang sama, kapal-kapal buatan luar negeri (eks asing), yang umumnya kapal-kapal berbobot besar, juga tak boleh beroperasi karena dicurigai milik asing. Bahkan, pemilik kapal bahkan diminta untuk menghapus armadanya dari daftar kapal Indonesia (deregistrasi) karena keberadaannya berbenturan dengan Peraturan Presiden No 44/2016 yang menutup usaha perikanan tangkap untuk investasi asing.
 
Akibatnya, produksi perikanan tangkap tahun lalu naik tak signifikan. Dalam situasi penuh pengetatan, sulit membayangkan langkah itu tak akan mengerem aktivitas perikanan tangkap kendati di sisi lain dikompensasi dengan kebijakan afirmatif kepada nelayan kecil. Tidak heran jika kemudian pertumbuhan PDB perikanan 2016 kembali ke kisaran 5%. 
 
Sampai di sini, masih layakkah angka 8,37% dibawa ke mana-mana? 
 
Memberangus kapal-kapal ikan ilegal dan menerapkan prinsip keberlanjutan adalah hal baik. Semua orang setuju. Namun, mengaitkan aksi itu sebagai penyebab kenaikan laju PDB perikanan jelas kekeliruan berpikir. 
 
Ratusan tahun manusia menghindari kesalahan logika 'setelah ini, oleh sebab itu, karena ini' ('post hoc ergo propter hoc'). Sesuatu memang terjadi setelahnya, tetapi bukanlah sebagai akibatnya. 
 
 
Pertumbuhan PDB Subsektor Perikanan (%)
Kegiatan Ekonomi2011201220132014*2015**
Perikanan tangkap4,743,674,417,531,22
perikanan budidaya11,219,310,327,1615,79
PDB perikanan7,656,297,247,358,37
*data sementara
**data sangat sementara
sumber: Pusat Data dan Informasi KKP, 2017
 
PDB Atas Dasar Harga Berlaku Subsektor Perikanan (Rp triliun)
Kegiatan Ekonomi20102011201220132014*2015**
perikanan tangkap78,986,292,1101,4117,9128,6
perikanan budidaya64,677,392,2109,3127,6163,6
Perikanan143,6163,5184,3210,7245,6292,1
*data sementara
**data sangat sementara
sumber: Pusat Data dan Informasi KKP, 2017

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper