Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah diminta memenuhi komitmen untuk membangun kebun plasma bagi masyarakat.
Kepala Bidang Pendaftaran Tanah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kalimantan Tengah Yansah menuturkan realiasi perkebunan plasma di daerahnya sangat rendah. Dari 924.000 hektare (ha) perkebunan kelapa sawit bersertifikat hak guna usaha (HGU) di Kalteng, luas perkebunan plasma hanya 36.000 ha.
Padahal, tambah dia, ketika pengusaha perkebunan hendak mengurus sertifikat HGU mereka wajib melampirkan surat kesediaan untuk membangun kebun plasma. Berdasarkan undang-undang, perkebunan plasma luasnya 20% konsesi perkebunan.
“Kenapa tidak terlaksana? Ke depan kami berharap keberpihakan kepada rakyat itu ada,” ujarnya di Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Pola kemitraan plasma merupakan amanat dari UU No. 18/2004 tentang Perkebunan. Pada 2007, perusahaan perkebunan inti diwajibkan membangun plasma dengan menyisihkan 20% luas areal kerja.
Namun, sejak berlakunya Permentan No. 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, plasma masyarakat dapat dibangun dari lahan di luar konsesi yang luasnya setara dengan 20% perkebunan inti.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang bersikeras bahwa perkebunan kelapa sawit yang dilepas dari kawasan hutan wajib menyisihkan 20% konsesi untuk plasma. Pasalnya, ketentuan ini sudah tertuang dalam setiap surat keputusan menteri kehutanan tentang pelepasan kawasan hutan.
Semenjak 2004, Awang mengungkapkan sekurang-kurangnya 324.000 ha yang seharusnya sudah menjadi kebun plasma. Namun, dari 100 lebih perusahaan tidak ada yang menindaklanjuti kewajiban tersebut ketika dikonfirmasi pemerintah.
“Pokoknya alasan mereka macam-macam. Ada yang bilang enggak tahu atau alasan lain yang intinya ingin bilang mereka belum bangun,” katanya.