Bisnis.com, JAKARTA - Proyek bantuan budidaya lele menggunakan teknologi bioflok akan direalisasikan akhir bulan ini. Sebanyak 103 paket bantuan akan disalurkan ke pondok-pondok pesantren, kelompok pendidikan, dan kelompok masyarakat di perbatasan.
Setiap paket berupa 12 kolam berdiameter 3 meter; 42.000 ekor benih berukuran 8-9 cm per ekor; 3,2-4 ton pakan; obat; probiotik; dan sarana serta prasarana operasional.
Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan pemerintah akan memobilisasi peralatan mulai pekan keempat Mei.
"Sasarannya adalah pondok-pondok dan sekolah di Aceh; Sumut; Banten; Jabar; Jateng; DIY; Jatim; NTB; NTT; Kalbar; Kalteng; Kalsel; Kaltara; Papua, seperti Jayapura, Sarmi, Wamena; dan Papua Barat," katanya, Rabu (17/5/2017).
Teknologi bioflok diyakini sangat efisien dengan feed convertion ratio (FCR) 0,8. Artinya, budidaya hanya membutuhkan 0,8 kg pakan untuk menghasilkan 1 kg lele. Pasalnya, selain makan pelet, lele juga makan flock atau gumpalan yang terdiri atas organisme hidup, seperti alga dan bakteri, sehingga memudahkan pencernaan.
Setelah masa pemeliharaan 2,5 bulan, KKP berharap hasil panen mencapai 4,7 ton per panen per paket atau 14,1 ton per paket per tahun dengan nilai produksi Rp212,6 juta per tahun. Dengan biaya produksi 30%, keuntungan pembudidaya bisa mencapai Rp148 juta per tahun.
Dengan demikian, proyek 103 paket bantuan lele bioflok dengan anggaran Rp14,4 miliar akan memproduksi 1.452 ton lele per tahun senilai Rp21,8 miliar. Namun sebelum dijual, KKP berharap konsumsi ikan santri meningkat dari rata-rata 9,8 kg menjadi 15 kg per kapita per tahun.
Agar tepat sasaran dan benar-benar dimanfaatkan oleh penerima bantuan, proyek itu akan dikawal oleh petugas balai-balai budidaya air tawar, penyuluh, PBNU, dan Muhammadiyah.
Pemerintah menargetkan produksi lele tahun ini 1,3 juta ton. Realisasi produksi selama kuartal I/2017 masih 225.000 ton.