Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Efisiensi, Mendagri Buka-bukaan Pemicu Pemda Kerek Tarif PBB

Mendagri Tito Karnavian menjelaskan kenaikan PBB-P2 di daerah bukan akibat efisiensi anggaran pusat, melainkan penyesuaian NJOP sesuai UU HKPD. Pati dan Jepara membatalkan kenaikan setelah protes warga.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membantah kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan dampak dari pemberlakukan efisiensi anggaran belanja pemerintah pusat.

Tito menjelaskan bahwa kenaikan PBB-P2 sebetulnya adalah konsekuensi pelaksanaan Undang-Undang (UU) tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). UU itu mengatur bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi di daerahnya.

Aturan turunan dari UU HKPD, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2023 mengatur bahwa pemungutan pajak dan retribusi daerah termasuk NJOP serta PBB-P2 harus berlandaskan peraturan daerah (perda). Kemudian, besaran tarifnya diatur dalam peraturan kepala daerah (perkada).

Tito menyebut beberapa pemerintah daerah yang diketahui menaikkan tarif PBB-P2 di daerahnya karena adanya penyesuaian NJOP yang dapat dilakukan setiap tiga tahun sekali. Penyesuaian NJOP itu mengikuti harga pasar, sehingga kemudian membuat PBB-P2 ikut terkerek naik.

"NJOP dapat dilakukan penyesuaian per tiga tahun sekali karena harga market di daerah itu tanah naik, dan disesuaikan tiga tahun sekali. Tetapi ada klausul, yaitu harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Yang kedua juga ada partisipasi dari masyarakat. jadi harus mendengar suara publik juga," terangnya pada konferensi pers RAPBN 2026 di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Jumat (15/8/2025.

Menurut Mendagri sejak 2019 itu, ada 20 daerah yang diketahuinya menaikkan tarif PBB-P2. Kenaikannya bervariasi antara kisaran 5% sampai dengan 10%, serta ada sejumlah daerah yang melampaui 100%. Jumlahnya mencapai 20 daerah. Salah satunya yakni Pati, yang belakangan ini menjadi sorotan publik karena menaikkan PBB-P2 hingga 250%.

Akan tetapi, dari 20 daerah yang dimaksud, sudah ada dua daerah yang membatalkan peraturan kepala daerah (perkada) ihwal kenaikan tarif PBB-P2 itu. Yakni Pati dan Jepara, di mana dua-duanya berada di Jawa Tengah.

Sementara itu, ada tiga daerah lain yang baru membuat perkada untuk mengerek tarif PBB-P2 pada 2025. Adapun 15 daerah lainnya telah menerbitkan aturan soal kenaikan tarif PBB-P2 sejak 2022-2024.

Untuk itu, Tito membantah apabila efisiensi anggaran belanja pemerintah pusat yang diberlakukan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 secara tidak langsung mendorong penaikan tarif PBB di daerah-daerah.

Sebagaimana diketahui, Inpres No.1/2025 mengatur efisiensi anggaran belanja negara 2025 sebesar Rp306,6 triliun yang terdiri dari Rp256,1 triliun belanja pemerintah pusat, serta Rp50,59 triliun transfer ke daerah.

"Artinya tidak ada hubungannya, 15 daerah, tidak ada hubungannya dengan efisiensi yang terjadi di tahun 2024. Nah jadi sekali lagi inilah inisiatif baru dari teman-teman daerah, hanya lima daerah yang melakukan kenaikan NJOP dan PBB di tahun 2025. Yang lainnya 2022-2024," terang Tito.

KONTROVERSI PBB PATI

Imbas penolakan warga terhadap kenaikan PBB-P2 250% di Pati, Bupati Sudewo didesak mundur oleh warganya yang ikut serta dalam demo, Rabu (13/8/2025). Sebelumnya, politisi Partai Gerindra itu mengatakan bahwa penyesuaian PBB di Pati bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah guna mendukung berbagai program pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.

"Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan para camat dan PASOPATI untuk membicarakan soal penyesuaian Pajak Bumi Bangunan (PBB). Telah disepakati bersama bahwa kesepakatannya itu sebesar ±250% karena PBB sudah lama tidak dinaikkan, 14 tahun tidak naik," tulisnya dalam keterangan resmi, Rabu (6/8/2025).

Kendati demikian, hal itu tidak membendung keinginan warga di Pati, Jawa Tengah untuk melaksanakan aksi unjuk rasa. Kepala daerah itu bahkan sempat mendapatkan lemparan botol air mineral dan sandal jepit dari arah demonstran.

Peristiwa itu terjadi ketika Sudewo mencoba menemui langsung para pendemo. Menggunakan kemeja putih, dia datang dengan menumpangi mobil rantis milik kepolisian. Dari atas kendaraan taktis tersebut, Sudewo menyampaikan permintaan maaf singkat kepada warga.

“Bismillahirrahmanirrahim. Saya mohon maaf sebesar-besarnya, saya akan berbuat yang lebih baik. Terima kasih,” ujarnya kepada masyarakat, Rabu (13/8/2025) seperti dilansir dari potongan video yang ditayangkan via Youtube.

Adapun APBD 2025 Pati mencatatkan anggaran pendapatan sebesar Rp2,87 triliun, sedangkan belanja daerah Rp2,94 triliun.

Mengutip data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan atau DJPK Kemenkeu pada Portal SIKD, pendapatan daerah terbagi menjadi pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp548,5 miliar, serta transfer ke daerah dari pusat atau TKDD sekitar empat kalinya sebesar Rp2,18 triliun.

Realisasinya per 12 Agustus 2025 yakni Rp1,78 triliun atau 62,3%. Rinciannya meliputi PAD yang telah dihimpun sebesar Rp363 miliar, dan TKDD Rp1,34 triliun.

PAD pada APBD Pati 2025 terdiri dari pajak daerah ditetapkan sebesar Rp255,4 miliar, dengan realisasi Rp186,5 miliar. Sementara itu, retribusi ditetapkan sebesar Rp257,4 miliar dan baru berhasil dihimpun Rp141,8 miliar.

Kemudian, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp29,86 miliar dengan realisasi sudah mencapai Rp24 miliar atau sekitar 80%, sedangkan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp5,76 miliar dengan realisasi tembus lebih dari 184% atau sebesar Rp10,62 miliar.

Adapun belanja daerah pada APBD Pati 2025 ditargetkan sebesar Rp2,94 triliun, dengan realisasi baru mencapai Rp1,69 triliun atau 57,5%.

Belanja itu meliputi belanja pegawai dengan share terbesar yaitu Rp1,34 triliun, dengan realisasi baru Rp798,5 miliar.

Kemudian, belanja barang dan jasa sebesar Rp613,6 miliar dengan yang sudah terbelanjakan baru Rp261,4 miliar atau 42%. Lalu, belanja modal ditetapkan Rp214,6 miliar dengan realisasi Rp115,6 miliar, serta belanja lainnya Rp770 miliar dengan realisasi Rp514,8 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro