Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi pengolahan kelapa mengusulkan pembatasan volume ekspor guna mengatasi kelangkaan bahan baku untuk kebutuhan industri dalam negeri.
Donatus Gede Sabon, Sekjen Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), menyampaikan industri pengolahan kelapa kesulitan mendapatkan bahan baku sejak 2011 ketika pertanian domestik banyak mengekspor kelapa. Menurutnya sejak 2011 ekspor buah kelapa semakin gencar dilakukan demi menyuplai industri pengolahan di negara seperti China, Thailand, Malaysia, dan beberapa negara di Timur Tengah.
“Kita tidak punya instrumen [kebijakan] untuk mengatur pembatasan tata niaga ekspor, selama ini [penjualan] berlangsung secara bebas, sedangkan industri pengolahan kelapa dalam negeri justru kesulitan bahan baku,” kata Donatus, Senin (14/8/2017)
Ketiadaan aturan pembatasan volume ekspor memangkas utilisasi pabrik pengolahan kelapa ke level 35% hingga 55%. “Kebutuhan nasional untuk industri pengolahan kelapa mencapai 20 miliar hingga 21 miliar butir kelapa per tahun, sedangkan yang bisa disuplai hanya sekitar 12 miliar butir kelapa per tahun,“ ujarnya.
Selain itu, pasokan bahan baku di dalam negeri juga terkendala oleh produktivitas tanaman yang mulai menurun. Saat ini umur tanaman kelapa di Indonesia sudah menua dan hampir tidak ada peremajaan selama lebih dari 30 tahun.
“Peremajaan tanaman perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas. Namun waktu peremajaan yang terbilang lama dianggap sebagai langkah yang menghabiskan waktu,” katanya.
Donatus menambahkan beberapa waktu lalu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko) berniat memfasilitasi pertemuan dengan asosiasi petani guna membahas mengenai masalah keterbatasan bahan baku.
“Kami juga sepakat minggu lalu dengan [Kemenko] bahwa harus ada pemberlakuan harga minimal untuk petani yang mengikuti harga internasional. Sehingga petani tidak dirugikan jika regulasi tata niaga itu jika diberlakukan,” ungkapnya.