Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi keramik mengharapkan pemerintah dapat segera merealisasikan insentif gas demi keberlangsungan produksi pabrikan nasional.
Elisa Sinaga, Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI), menyampaikan tarif gas dinilai mahal, hal ini membuat beberapa pabrikan menghentikan sementara produksinya. Bahkan ada beberapa pabrikan yang telah berganti bisnis utamanya menjadi distributor keramik impor dibandingkan dengan memproduksi sendiri produknya.
"Saya belum bisa mengatakan perusahaan mana saja yang telah beralih menjadi importir. Akan tetapi, beberapa lainnya telah melapor setopproduksi karena ongkos produksi semakin tinggi sedangkan pasar properti masih landai," kata Elisa ketika dihubungi Bisnis, Kamis (17/8/017).
Sebelumnya, PT Internusa Keramik Alamsari telah berhenti beroperasi sejak Maret 2017. Beberapa hal memicu produsen keramik ini menghentikanproduksi adalah serbuan produk impor dari China, depresiasi rupiah, dan harga gas yang masih tinggi.
Tingginya harga gas membuat Internusa Keramik kesulitan untuk meningkatkan produksi. Biaya gas menyumbangkan sebanyak 35% dari total ongkos produksi.
Elisa menilai, produsen keramik lokal menanggung tarif gas yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lainnya. Saat ini tarif gas untuk industri keramik mencapai sekitar US$9 per million metric bristish thermal unit (MMBtu). Padahal, pabrikan negara negara kompetitor di pasar Asia Tenggara setidaknya memperoleh harga di kisaran US$3—US$4 per MMBtu.
"Bagaimana industri keramik nasional dapat bersaing dengan China jika tarif gas kita saja masih menjadi salah satu yang termahal di dunia," ujarnya.
Penurunan tarif yang diharapkan produsen keramik sejatinya termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Pemerintah menjanjikan penurunan harga gas untuk tujuh sektor industri, yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, menyampaikan mengenai tarif gas sedang dibahas secara lintas Kementerian. Terikait masalah gas ini pembicaraannya telah langsung disampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Mengenai gas belum semua dapat diselesaikan. Kita tunggu saja keputusannya," kata Airlangga kepada jurnalis, Selasa (15/8/2017).
Menurutnya, pemerintah akan terus berupaya untuk melakukan negosiasi dengan Kementerian lain agar insentif gas dapat segera terealisasi. Upaya ini dilakukan karena melihat berbagai sektor industri nasional, termasuk produsen keramik yang mengalami kesulitan untuk berproduksi.