Bisnis.com, JAKARTA—Pebisnis pakaian jadi membidik pasar Eropa Timur sebagai alternatif tujuan ekspor yang menjanjikan.
Eddy Siswanto, Sekretaris Direktorat Jendral Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemeterian Perindustrian (Kemenperin), menyampaikan bahwa selama ini Eropa Timur termasuk pasar yang sulit untuk ditembus. Persaingan yang ketat terutama dengan pabrikan yang lebih dulu berbasis di Eropa Timur menjadi kendala bagi pebisnis dari Asia, termasuk Indonesia.
"Melalui pameran bertajuk Collection Premier Moscow [CPM] kami melebarkan pangsa pasar untuk bisa sampai ke Eropa Timur. Populasi di wilayah ini menjadi pertimbangan utama yang mendorong gairah pasar," ujar Eddy, Selasa (22/8/2017).
Indonesia memilih tema The Heart of Fashion Craft pada CPM di Moskow, Rusia yang digelar mulai 30 Agustus hingga 2 September 2017. Acara ini akan diramaikan oleh 1.000 merek fesyen yang datang dari 27 negara dan bakal dikunjungi lebih dari 22.600 orang.
Sementara itu, Gati Wibawaningsih, Direktur Jenderal IKM, menyampaikan jika pakaian yang dihasilkan oleh pebisnis skala kecil dan menengah sudah mampu bersaing secara global. Hal ini misalnya terlihat dari minat pasar global terhadap batik yang terus meningkat. Selain membidik transaksi yang dilakukan langsung pada acara tersebut, keunikan dan kualitas produk diharapkan dapat menarik transaksi lanjutan setelah pameran selesai.
Sebelumnya, Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menyampaikan setelah sempat melemah pada 3 tahun terakhir, ekspor pakaian jadi Indonesia diprediksi akan meningkat pada tahun ini. Hal ini diakibatkan oleh kesuksesan relokasi sejumlah pabrikan ke lokasi baru, termasuk Jawa Tengah.
Indonesia merupakan eksportir pakaian jadi terbesar ke-14 di dunia dan ketiga di Asia Tenggara dengan nilai ekspor mencapai US$7,1 miliar pada 2016.